Suara.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi, melayat ke rumah duka Andika Lutfi Fala (16), siswa SMK yang meninggal dunia setelah mengikuti demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, 28 Agustus lalu.
Arifah menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya Andika.
"Peristiwa ini menjadi pengingat bagi kita bersama untuk meningkatkan pengawasan keluarga, termasuk meningkatkan komunikasi antara orang tua dengan anak-anaknya,” ujar Arifah dalam keterangannya, Kamis (4/9/2025).
Dalam kunjungannya di kediaman keluarga korban di Kabupaten Tangerang, Rabu (3/9), Arifah menyampaikan permintaan maaf atas gagalnya negara memberikan perlindungan terhadap anak.
Dia menghargai keputusan keluarga korban yang memilih untuk tidak membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
Namun begitu, dia juga menegaskan kalau peristiwa tersebut harus menjadi refleksi bagi seluruh pihak.

“Kami memohon maaf atas kekurangan negara dalam melindungi anak, yang berujung pada hilangnya satu nyawa berharga anak kita. Seluruh anak Indonesia adalah anak kita bersama, mari saling bergandeng tangan dan bahu membahu agar kejadian ini tidak terulang kembali," tuturnya.
Arifah meminta agar pihak kepolisian mengedepankan pendekatan yang manusiawi dan memperhatikan keberadaan kelompok rentan, termasuk anak-anak dalam situasi kerumunan atau demonstrasi.
Andika tercatat menjadi satu-satunya korban meninggal dari kelompok usia anak dalam gelombang aksi unjuk rasa tersebut.
Baca Juga: Mahasiswa Geram! Prabowo Tuduh Demo Makar, BEM UI Angkat Bicara
Ia sempat menjalani perawatan di RSAL Dr. Mintohardjo akibat luka berat di kepala karena benturan benda tumpul, sebelum kemudian dinyatakan meninggal dunia.
Berdasarkan keterangan keluarga, Andika diduga ikut aksi setelah diajak temannya tanpa sepengetahuan orang tua maupun pihak sekolah.
Kondisi itu diperparah karena ia tidak memiliki ponsel dan kartu identitas yang hilang saat mendaki gunung beberapa waktu sebelumnya.
Ayah korban, Abdul Gofur, mengaku sudah mengikhlaskan kepergian putranya dan memilih tidak membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Mungkin sudah takdirnya. Kami tidak menyalahkan siapapun dan tidak menuntut apapun, yang penting dia tenang di sana. Kalau dibilang sedih, sedih banget. Kenang-kenangan sama dia itu terbayang semua. Saya kalau masuk kamarnya tidak sanggup, terbayang semua. Saya sayang, mungkin Allah lebih sayang,” ujar Abdul.