DPR Soroti Efektivitas Dana Desa, Pertanyakan Jumlah Kades Dipenjara dan Biaya Politik Miliaran

Selasa, 09 September 2025 | 20:50 WIB
DPR Soroti Efektivitas Dana Desa, Pertanyakan Jumlah Kades Dipenjara dan Biaya Politik Miliaran
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Golkar, Daniel Mutaqien Syafiuddin. [Ayobandung.com]

Suara.com - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Golkar, Daniel Mutaqien Syafiuddin, menyoroti secara tajam efektivitas dan pengawasan Dana Desa (DD) yang telah digulirkan selama lebih dari satu dekade. Dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, ia mempertanyakan berapa banyak desa yang berhasil dan berapa kepala desa yang terjerat hukum akibat pengelolaan dana tersebut.

Daniel menekankan bahwa penyelesaian masalah di tingkat desa akan berdampak besar secara nasional, termasuk dalam menekan angka pengangguran dan masalah sosial di perkotaan.

"Kalau setengah permasalahan di desa ini bisa terselesaikan, berarti setengah permasalahan di Indonesia ini juga selesai," ujar Daniel dalam rapat yang dikutip pada Selasa (9/9/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Daniel mendesak Kementerian untuk memaparkan data konkret mengenai efektivitas penggunaan Dana Desa sejak tahun 2015.

"Kita juga ingin tahu tingkat efektivitas dari DD ini seperti apa. Dari tahun 2015, berapa persen desa yang sudah berhasil dengan digelontorkannya dana desa? Berapa orang kepala desa yang terjerat permasalahan hukum karena permasalahan DD ini?" tanyanya.

Biaya Politik Miliaran Picu Risiko Penyalahgunaan Dana

Daniel juga menyoroti tingginya biaya politik untuk menjadi kepala desa, yang menurutnya berpotensi memicu penyalahgunaan Dana Desa untuk 'balik modal'. Ia menyebut, di daerah pemilihannya (dapil), biaya untuk menjadi kepala desa bisa mencapai miliaran rupiah.

"Menjadi kepala desa itu kalau di dapil saya, biayanya enggak sedikit, Pak. Enggak cukup 1-2 miliar untuk menjadi kepala desa," ungkapnya.

Lebih lanjut, Daniel menyoroti alokasi anggaran terbesar Kementerian yang digunakan untuk para pendamping desa. Ia mendesak agar para pendamping ini benar-benar fokus pada penyelesaian masalah di lapangan (problem solving), sehingga Dana Desa tidak disalahartikan atau justru menimbulkan masalah baru.

Baca Juga: Tolak Janji Seremonial, Mahasiswa di DPR Desak Tuntutan 17+8 Dipenuhi Substantif

"Anggaran terbesar Bapak itu untuk pendamping desa. Ketika ingin menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di desa, berarti ini juga harus diperkuat orang-orang ini, biar tidak menjadi permasalahan baru," pungkasnya.

×
Zoomed

VIDEO TERKAIT

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI