Penyimpangan inilah yang menjadi celah terjadinya korupsi. Dengan porsi kuota haji khusus yang membengkak, potensi keuntungan bagi agen-agen travel yang "bermain" pun menjadi sangat besar. Hal ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak pada biaya dan subsidi haji bagi jemaah reguler.
Negara kehilangan potensi pengelolaan dana manfaat dari 8.400 jemaah reguler yang seharusnya bisa digunakan untuk menyubsidi biaya haji bagi jemaah lainnya.
KPK terus mendalami kasus ini dan telah menyita sejumlah aset, termasuk dua rumah senilai Rp6,5 miliar dari seorang ASN di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag.
Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, juga telah diperiksa sebagai saksi. KPK menduga aliran dana korupsi ini mengalir secara berjenjang, melibatkan oknum pejabat di berbagai tingkatan di Kemenag.