Suara.com - Pengamat politik, Rocky Gerung menyebut adanya perusakan lingkungan sama halnya dengan membunuh masa depan generasi muda. Dalam Green Leadership Academy yang digelar di Pekanbaru, Riau pada Kamis (18/9), Rocky juga menyebut kepemimpinan sejati lahir dari pikiran yang tidak pernah menua.
Menurut Pendiri Tumbuh Institute, fungsi green leadership adalah menghadirkan kolaborasi antara gagasan masa depan, regulasi demokratis, dan pengujian akademis oleh aktivis.
"Dalam proses itu mahasiswa sudah membuktikan diri sebagai pemenang, sehingga birokrasi pun mulai membuka diri terhadap kebutuhan mereka,” kata Rocky ditulis pada Jumat (19/9).
Green Leadership Academy bisa menjadi ruang untuk menyemangati kaum muda untuk peduli terhadap lingkungan.
"Sejarah selalu berpihak pada kaum muda. Mereka berhak menyatakan diri sebagai pemimpin masa depan,” bebernya.
Lebih lanjut, Rocky juga menyinggung soal green policy yang diklaim bisa mengatasi krisis ekologis, termasuk adanya perusakan hutan yang masih sering terjadi.
"Melalui Green Academy, kita belajar mengembangkan green policy sebagai jawaban atas krisis, terlebih ketika 3,4 juta hektare hutan telah rusak, dengan 1,7 juta hektare di antaranya berada di Riau,” ujarnya.
Dalam acara tersebut, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menyatakan siap mendukung kebijakan pro-lingkungan melalui pendekatan green policing.
"Kehadiran mahasiswa dari berbagai daerah adalah energi baru bagi kami, sebab kalianlah generasi penerus yang akan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan," ungkapnya.
Baca Juga: Nyesek! Disita KPK dari Ustaz Khalid Basalamah Terkait Korupsi Haji, Uang Jemaah Tak Bisa Kembali?
Menurutnya, Green Leadership Academy bukan sekadar forum diskusi, tetapi sebuah kanal konstruktif untuk menyalurkan energi kritis mahasiswa ke jalur produktif, beradab, dan berbasis bukti.
Diketahui, acara Green Leadership Academy turut diikuti oleh perwakilan 50 kampus ternama, di antaranya Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Syiah Kuala, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas.
"Kami ingin energi kritis mahasiswa tidak lagi dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai aset yang bisa memperkaya demokrasi,” ujarnya.