- Tindakan polisi menyita buku dari tersangka demo rusuh pada Agustus mendapat kritik telak dari Sejarawan, Anhar Gonggong.
- Anhar Gonggong mengaku tidak kaget atas tindakan polisi menyita buku.
- Polisi mestinya membaca dulu isi buku karya Romo Magnis sebelum disita dari tersangka kasus demo rusuh.
Suara.com - Sejarawan, Anhar Gonggong mengkritik telak tindakan polisi yang menyita buku-buku dari penangkapan para tersangka demonstrasi rusuh pada Agustus 2025 lalu. Buku berjudul "Pemikiran Karl Max: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme" karya Franz Magnis-Suseno alias Romo Magnis menjadi salah satunya buku yang disita polisi sebagai barang bukti.
Dalam siniar terbaru yang tayang di akun Youtube pribadinya, Anhar Gonggong awalnya mengaku tidak kaget setelah mendengar polisi menyita buku yang ditulis oleh Romo Magnis.
"Nah, saya agak kaget mendengar bahwa polisi menyita beberapa buku dari seseorang termasuk bukunya Magnes, Franz Magnes Suseno. Beliau ini adalah seorang pastor, ahli filsafat. Sekarang masih mengajar di Sekolah Tinggi (Filsafat) Driyarkara, sekolah Katolik yang terbaik," ujarnya dikutip pada Selasa (23/9/2025).
Menurutnya, buku yang ditulis Romo Magnis justru menguliti kelemahan-kelemahan dari pemikiran Karl Marx, filsuf asal Jerman yang dikenal sebagai Bapak Komunisme.
"Judulnya saja dari sosialisme utopis ke perselisihan revisionisme. Dan yang nulis ini adalah orang yang betul-betul ngerti gitu. Dia orang Jerman yang tapi sudah warga negara Indonesia. Pastor, tahu betul filsafat dan sebagainya," bebernya.
Tindakan polisi yang menyita buku karya Romo Magnis itu pun ikut ditertawai oleh Anhar Gonggong. Pasalnya, mestinya polisi membaca dulu isi buku tersebut sebelum melakukan penyitaan.
"Jadi ya tolonglah kalau mau melihat (sita) buku harus tahu isinya juga," ujarnya sembari tertawa.
Lebih lanjut, Anhar menganggap penyitaan buku yang dilakukan polisi pun bisa memicu persoalan baru karena isi buku tersebut dianggap sangat bertentangan dengan pemikiran Karl Marx.
"Karena justru akan menjadi persoalan kalau tidak tahu isinya lalu terus digerebek begitu aja," ujarnya tertawa lagi.
Baca Juga: Sebut Wanita di Video Rampok Uang Negara 'Mainan', Ekspresi Santai Istri Wahyudin Moridu Disorot!
Selain itu, Anhar Gonggong juga membeberkan soal paham komunis di sejumlah negara, termasuk China. Meski partai politik di China masih menganut komunisme, sistem pemerintahan di negara berjuluk Tirai Bambu itu kekinian justru sangat kapitalis.
"Tiongkok misalnya, China, sudah partai komunisnya itu hanya sekedar untuk mengikat diri mereka, tetapi pelaksanaan daripada itu sudah kapitalisme pemerintah," ujarnya.
Terkait kritikannya itu, Anhar Gonggong pun meminta agar tidak ada lagi penyitaan buku baik dari kepolisian maupun pemerintah.
"Iya, makanya jangan lagi dilakukan ya (penyitaan buku). Jadi kalau mau mengambil buku-buku ya harus tahu juga dan sebenarnya enggak ada buku yang bisa disita ya dalam dalam pengertian ilmu ya," katanya.
Diketahui, Polda Jawa Timur telah menyita 11 buku milik GLM, tersangka demo berujung ricuh di Surabaya dan Sidoarjo pada akhir Agustus 2025 lalu. Dari sejumlah buku yang disita polisi salah satunya adalah Buku berjudul "Pemikiran Karl Max: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme" karya Franz Magnis-Suseno.