Dokumen Negara Saling Tabrak! Dr. Tifa Beberkan Kejanggalan Fatal Ijazah Gibran, Ini Buktinya

Bangun Santoso Suara.Com
Senin, 29 September 2025 | 12:36 WIB
Dokumen Negara Saling Tabrak! Dr. Tifa Beberkan Kejanggalan Fatal Ijazah Gibran, Ini Buktinya
Kolase foto Gibran dan Dokter Tifa
Baca 10 detik
  • Dr. Tifa menemukan adanya perbedaan data riwayat pendidikan Gibran Rakabuming Raka
  • Kejanggalan utama meliputi Gibran yang seolah menempuh dua kali jenjang setara SMA selama total lima tahun
  • Upaya klarifikasi dari pihak KPU dinilai tidak transparan, sehingga menimbulkan pertanyaan lebih luas 

Suara.com - Dua institusi negara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Sekretariat Negara (Setneg), mengeluarkan dua data riwayat pendidikan yang berbeda untuk orang yang sama: Gibran Rakabuming Raka. Temuan mengejutkan ini dibongkar oleh peneliti Dr. Tifa, yang menyoroti kejanggalan fatal yang membuat publik bertanya-tanya soal keabsahan ijazah sang Wakil Presiden.

Polemik yang sempat mereda kini kembali membara setelah Dr. Tifa memaparkan perbandingan data tersebut, di mana tahun sekolah, nama institusi, hingga jenjang pendidikan tercatat tidak sinkron. Keganjilan ini memicu spekulasi liar dan meruntuhkan kepercayaan pada dokumen resmi negara.

“Kalau di dokumen KPU, UTS itu ditempuh 2004–2007 lalu disetarakan SMA. Tapi di Setneg, UTS ditulis setelah MDIS, 2007–2010. Kok bisa berbeda data antara KPU dan Setneg?” ujar Dr. Tifa, dikutip dari video berjudul "GIBRAN CUMA LULUS SD?! GEGER TEMUAN DR TIFA, BAWA BUKTI DARI LUAR NEGERI JUGA!" di kanal YouTube Refly Harun yang tayang pada Minggu, 28 September 2025.

Menurut Dr. Tifa, anomali tidak berhenti di situ. Dalam dokumen KPU, Gibran tercatat menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School pada 2002–2004, yang kemudian dilanjutkan di University of Technology Sydney (UTS) Insearch pada 2004–2007. Keduanya ditulis setara dengan SMA.

Hal ini memunculkan pertanyaan logika yang sederhana namun krusial. “Ngapain dua kali SMA? Kalau SMP-nya sudah ada di SMP 1 Surakarta, mestinya kan langsung satu SMA saja. Ini janggal,” lanjutnya.

Keanehan semakin menjadi ketika status UTS Insearch dipertanyakan. Menurut Dr. Tifa, UTS pada dasarnya adalah sebuah lembaga kursus persiapan untuk masuk universitas, bukan sekolah setara SMA yang ditempuh selama tiga tahun penuh.

“Padahal kursus tidak pernah sepanjang itu. Kenapa bisa dibuat seolah setara SMA dan ditempuh tiga tahun? Itu yang bikin publik bingung,” kata Dr. Tifa.

Pakar hukum tata negara Refly Harun, yang menjadi tuan rumah diskusi tersebut, menegaskan bahwa masalah ini jauh lebih serius dari sekadar salah ketik. Menurutnya, semakin data tersebut ditelaah, semakin terlihat kerancuannya.

“Semakin kita telaah, semakin nyata ketidakjelasannya. Dari MDIS di Singapura, turun ke SMA, bahkan SMP-nya pun belum pernah ditunjukkan ijazahnya. Jangan-jangan Gibran ini cuma lulus SD,” celetuk Refly.

Baca Juga: Dokter Tifa Bongkar Cuitan Akun Fufufafa Soal 'Lulusan SMP Pengen Mewah': Ndleming!

Dr. Tifa menambahkan, data versi Setneg justru membuat alur pendidikan Gibran semakin kacau. Dengan menempatkan UTS setelah MDIS (Management Development Institute of Singapore), urutannya menjadi tidak logis dan menyerupai pendidikan tingkat pascasarjana.

“Seolah-olah UTS itu pasca sarjana. Padahal kan tidak. Ini menunjukkan ada yang merasionalisasi data, agar kelihatan wajar,” jelasnya.

Ia menduga kuat bahwa Setneg telah mengubah data awal yang diserahkan oleh KPU.

“Data pertama mestinya dari KPU karena itu syarat pencalonan wapres. Tapi begitu di Setneg, entah kenapa diubah. Akhirnya tambah kacau,” ujar Dr Tifa.

Upaya untuk mendapatkan klarifikasi pun seakan menemui jalan buntu. Abdullah Alkatiri, kuasa hukum Dr. Tifa, mengaku telah meminta informasi resmi ke KPU Surakarta, KPU DKI, hingga KPU Pusat, namun jawaban yang diterima tidak konsisten dan terkesan menghindar.

“KPU seperti sengaja menutup akses publik terhadap ijazah, padahal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik menyebut dokumen syarat pejabat publik bisa diakses. Ijazah itu bukan data pribadi yang dilindungi,” tegas Alkatiri.

Dr. Tifa berjanji akan terus menelusuri masalah ini hingga tuntas, karena menurutnya ini bukan lagi soal Gibran semata, melainkan menyangkut integritas dan kepercayaan publik terhadap negara.

“Kalau data pendidikan saja berbeda antara lembaga negara, bagaimana publik bisa percaya?” tanyanya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI