Hotman Paris Minta Nadiem Makarim Dibebaskan: Penetapan Tersangka Kasus Laptop Dinilai Cacat Hukum

Jum'at, 03 Oktober 2025 | 16:57 WIB
Hotman Paris Minta Nadiem Makarim Dibebaskan: Penetapan Tersangka Kasus Laptop Dinilai Cacat Hukum
Sidang perdana praperadilan Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Suara.com/Muhammad Yasir)
Baca 10 detik
  • Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim mengajukan praperadilan untuk menggugat status tersangka kasus dugaan korupsi laptop Chromebook.

  • Kuasa hukumnya, Hotman Paris, menilai penetapan tersangka dan penahanan oleh Kejaksaan Agung cacat hukum, termasuk tanpa SPDP dan tanpa audit resmi kerugian negara.

  • Tim hukum juga menyoroti kekeliruan identitas serta menegaskan Nadiem tidak pernah menikmati keuntungan pribadi dari proyek digitalisasi pendidikan tersebut.

Suara.com - Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim meminta hakim membebaskannya dari status tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. 

Permintaan itu ia disampaikan dalam sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025). 

Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal I Ketut Darpawan, tim hukum Nadiem yang diketuai Hotman Paris menilai penetapan tersangka kliennya oleh Kejaksaan Agung RI cacat hukum dan tidak sah.

Salah satunya, Hotman menyoroti soal Nadiem yang tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebelum ditahan.

Ia juga menilai Kejaksaan Agung RI terlalu terburu-buru menetapkan status tersangka sekaligus melakukan penahanan pada Kamis, 4 September 2025.

"Bahwa sejak diterbitkannya Sprindik tanpa menyebutkan identitas tersangka pada tanggal 20 Mei 2025, termohon ternyata baru menetapkan pemohon sebagai tersangka pada 4 September 2025 sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 atas nama Nadiem Anwar Makarim," ujarnya.

"Kemudian pada hari yang sama dengan penetapan tersangka terhadap pemohon, termohon melakukan penahanan terhadap pemohon berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor PRIN-55/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025," imbuhnya. 

Tim kuasa hukum Nadiem juga menuding penahanan dilakukan tanpa dasar kuat. Ia menyebut penetapan tersangka tidak disertai audit resmi dari BPKP mengenai kerugian negara.

Selain itu mereka juga menilai penahanan dilakukan tanpa penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Baca Juga: Keluar Penjara Dalih Operasi Ambeien, Kejagung Klaim Nadiem Makarim Tetap Diborgol Selama di RS

"Tanpa diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau SPDP terlebih dahulu, sebelum melakukan upaya paksa tersebut maupun setelah dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan," ujarnya.

Identitas Keliru 

Dalam sidang pembacaan permohonan tersebut, tim kuasa hukum Nadiem sempat menyoroti adanya kekeliruan identitas dalam surat penetapan tersangka. Di mana Nadiem disebut sebagai karyawan swasta, bukan menteri kabinet.

"Dalam hal ini pemohon ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022, yang mana dalam hal ini mencantumkan pemohon sebagai karyawan swasta, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia periode tahun 2019-2024," ungkapnya.

Mereka juga mengklaim Nadiem tidak menikmati keuntungan pribadi dari proyek tersebut. Program digitalisasi pendidikan itu bahkan menurutnya juga tidak tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

"Program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022 yang merupakan objek perbuatan dalam penetapan tersangka termohon terhadap pemohon tidak ada dalam RPJMN," jelasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI