- Radiasi adalah ancaman tak kasatmata yang dapat merusak jaringan tubuh bahkan dalam dosis kecil.
- Anak-anak dan ibu hamil termasuk kelompok paling rentan terhadap dampak radiasi.
- Dekontaminasi cepat dan edukasi publik menjadi langkah penting untuk mencegah bahaya lanjutan
Suara.com - Kasus dugaan paparan radiasi di Cikande, Kabupaten Serang, Banten, kembali menjadi perhatian publik. Pasalnya temuan ini menimbulkan kekhawatiran luas karena radiasi bukan hanya berdampak langsung pada kesehatan, tetapi juga dapat memicu efek jangka panjang hingga ke generasi berikutnya.
Dosen Fakultas Kedokteran IPB University, dr. Laila Rose Foresta, SpRad (K) NKL, menjelaskan bahwa radiasi merupakan ancaman yang sulit terdeteksi.
“Zat radioaktif tidak memiliki bau, rasa, maupun warna. Namun, dalam dosis tinggi, tubuh dapat bereaksi cepat dengan munculnya luka bakar pada kulit, rasa mual, muntah, hingga lemas hanya beberapa jam setelah terpapar,” ujarnya.
![Tim Khusus Pelaksana melakukan dekontaminasi terhadap temuan yang tercemar radiasi Cesium-137 (Cs-137) di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (2/10/2025). [ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/nym]](https://media.suara.com/pictures/original/2025/10/02/24110-radiasi-cikande-cikande-daerah-terpapar-radiasi.jpg)
Kondisi ini dikenal sebagai acute radiation syndrome (ARS). Meski begitu, dr. Laila menegaskan bahwa paparan dalam dosis kecil namun berulang justru lebih berbahaya. Radiasi dapat menumpuk secara diam-diam di organ tubuh dan perlahan merusak jaringan sel. “Tubuh tidak langsung memberi sinyal bahaya, padahal kerusakannya bisa bersifat permanen,” jelasnya.
Jangka pendeknya, paparan radiasi tinggi dapat mengganggu sistem pencernaan serta menurunkan kadar sel darah putih. Namun efek jangka panjangnya jauh lebih serius mulai dari kanker, katarak, hingga kerusakan sumsum tulang belakang yang dapat memicu anemia, leukopenia, dan leukemia.
Fenomena ini dikenal sebagai efek stokastik, di mana dampak radiasi berbeda-beda pada setiap individu tergantung dosis dan lama paparan.
dr. Laila menambahkan, anak-anak dan ibu hamil menjadi kelompok paling rentan terkena.
“Sel tubuh dalam diri anak-anak masih dalam masa berkembang, sehingga radiasi dapat berulang mengganggu pertumbuhan mereka, menunda perkembangan otak, dan mengacaukan sistem hormonal,” terangnya.
Tak hanya itu, sistem reproduksi juga berisiko tinggi. Radiasi dapat menurunkan kesuburan karena merusak produksi sel sperma maupun ovum.
Baca Juga: Cikande Ditetapkan Sebagai Daerah Terpapar Radiasi
Pada ibu hamil, terutama di trimester pertama, paparan radiasi bisa menyebabkan keguguran, kelahiran prematur, cacat bawaan, hingga retardasi mental pada bayi. “Jika radiasi mengenai sel germinal, mutasi DNA dapat diwariskan ke generasi berikutnya,” tegasnya.
Untuk mencegah dampak lebih lanjut, dr. Laila menekankan pentingnya penanganan cepat dan tepat. Langkah awal yang harus dilakukan setelah terpapar adalah dekontaminasi eksternal yaitu melepaskan pakaian dan mencuci tubuh dengan sabun serta air mengalir guna menghilangkan sisa partikel radioaktif.
dr. Laila juga menghimbau masyarakat agar tetap waspada tanpa panik. “Segera mandi, ganti pakaian, dan cari pertolongan medis jika diduga terpapar radiasi.
Konsumsi obat seperti tablet iodium sesuai anjuran dokter dapat membantu melindungi tiroid,” ujarnya.
Jika pasien menunjukkan gejala, dilakukan perawatan suportif seperti pemberian cairan, obat anti mual, hingga antibiotik profilaktik bila jumlah sel darah putih menurun.
Untuk paparan internal, dokter akan memberikan obat yang mampu mengikat zat radioaktif agar dapat dikeluarkan lewat urin. Misalnya, tablet KI digunakan untuk mengikat I-131 agar tidak menumpuk di tiroid, sedangkan prussian blue dan Zn-DTPA diberikan untuk zat tertentu.