- Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menyatakan kekecewaan mendalam terhadap Polda Metro Jaya.
- Polda, selaku termohon, tidak hadir dalam sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh aktivis Khariq Anhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
- Polda Metro Jaya tidak pernah menanggapi permohonan penangguhan penahanan aktivis yang ditahan.
Suara.com - Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menyatakan kekecewaan mendalam terhadap Polda Metro Jaya. Kekecewaan ini muncul setelah pihak Polda, selaku termohon, tidak hadir dalam sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh aktivis Khariq Anhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Salah seorang kuasa hukum Khariq dari LBH Jakarta, Abdul Rahim Marbun, mengatakan bahwa ketidakhadiran Polda Metro Jaya sangat merugikan. Ia khawatir, jika pihak termohon terus mangkir, gugatan praperadilan kliennya bisa gugur karena terbentur batas waktu.
"Kami kecewa terhadap para termohon... Ini akan menggugurkan hak pemohon apabila [sidang] masuk dalam pokok perkara," kata Abdul usai persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025).
Sidang praperadilan memiliki batas waktu yang sangat singkat, yaitu hanya tujuh hari. Hakim sendiri telah menjadwalkan ulang sidang pada 20 Oktober mendatang, yang disebut sebagai "pemanggilan terakhir" untuk Polda Metro Jaya.
"Yang kita khawatirkan apabila ditunda... seharusnya minggu ini majelis dapat mempertegas untuk memanggil para termohon," imbuhnya.
Penangguhan Penahanan Juga Tak Digubris
Selain mangkir dari sidang, Abdul mengungkapkan bahwa Polda Metro Jaya juga tidak pernah menanggapi permohonan penangguhan penahanan yang telah mereka ajukan beberapa minggu lalu.
"Untuk penangguhan... dari pihak yang berwenang belum menanggapi ataupun belum ada respons sebagaimana mestinya," ujarnya.
Sebagai informasi, Khariq Anhar adalah salah satu dari enam aktivis yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya atas dugaan penghasutan dalam demonstrasi ricuh pada 25 Agustus lalu.
Ia melayangkan dua gugatan praperadilan sekaligus, dengan tergugat Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dan Kapolda Metro Jaya. Gugatan ini merupakan bagian dari perlawanan hukum yang juga dilakukan oleh tersangka lainnya, termasuk Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen. Mereka menilai penyidik kepolisian tidak memiliki cukup bukti untuk menetapkan status tersangka.