Pembakaran Mahkota Cenderawasih Picu Kemarahan, Desak Aturan Khusus Meski Menhut Sudah Minta Maaf

Dwi Bowo Raharjo Suara.Com
Rabu, 29 Oktober 2025 | 11:45 WIB
Pembakaran Mahkota Cenderawasih Picu Kemarahan, Desak Aturan Khusus Meski Menhut Sudah Minta Maaf
Mahkota burung Cenderawasih. (ANTARA News Papua/Musa Abubar)
Baca 10 detik
  • Kejadian pembakaran mahkota Cenderawasih telah melukai perasaan masyarakat adat.
  • Tanpa aturan yang jelas mereka khawatir insiden serupa akan terus berulang.
  • Menhut Raja Juli Antoni, telah menyampaikan permohonan maaf tulus kepada seluruh masyarakat Papua.

Suara.com - Peristiwa pembakaran mahkota burung Cenderawasih telah memicu gelombang kemarahan di kalangan masyarakat adat Papua.

Insiden ini, yang melukai perasaan serta mencederai simbol budaya paling sakral, kini mendorong para tokoh adat menyerukan percepatan regulasi khusus untuk melindungi warisan tak ternilai ini.

Ondofolo Yoka Ismael Mebri, seorang tokoh adat Papua dari Jayapura, mengatakan kejadian pembakaran mahkota Cenderawasih telah melukai perasaan masyarakat adat dan mencederai simbol budaya yang memiliki nilai sakral.

"Oleh karena itu kami berharap Pemprov, Majelis Rakyat Papua (MRP), dan DPR setempat agar segera menyusun regulasi yang mengatur perlindungan simbol-simbol adat," kata dia, Rabu (29/10/2025).

Menurut Ismael, mahkota Cenderawasih bukanlah sekadar perhiasan biasa. Ia adalah "lambang kehormatan dan martabat masyarakat adat yang tidak boleh dipakai sembarangan sehingga aturan penggunaannya juga harus jelas," tambahnya.

Tanpa aturan yang jelas, ia khawatir insiden serupa akan terus berulang.

Sementara itu, Gubernur Papua, Matius Fakhiri, menunjukkan komitmen penuh terhadap seruan ini.

Ia menyatakan dukungan kuat untuk menciptakan payung hukum yang melindungi nilai-nilai budaya Papua.

“Hal ini agar tidak terulang sehingga kami akan membuat satu aturan khusus yang mengatur tentang nilai-nilai budaya Papua, setelah para tokoh adat menyerahkan poin-poin yang akan dituangkan dalam peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah khusus," ujar Gubernur Fakhiri.

Baca Juga: Menhut Klaim Karhutla Turun Signifikan di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo, Ini Kuncinya

Fakhiri menekankan pentingnya kolaborasi, mengajak semua pihak terlibat aktif dalam perumusan regulasi ini.

"Jika poin-poin itu sudah ada, saya akan mengundang Biro Hukum untuk mempelajari untuk selanjutnya dibuatkan Pergub," jelasnya.

Menhut Minta Maaf

Sementara itu, dari pusat, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni, telah menyampaikan permohonan maaf tulus kepada seluruh masyarakat Papua.

Ia mengakui bahwa tindakan pembakaran Mahkota Cenderawasih oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Daerah (BKSDA) Papua, meskipun secara hukum sah dalam konteks penegakan hukum satwa liar, telah menyinggung kearifan lokal yang sangat dijunjung tinggi.

“Atas nama Kementerian Kehutanan, saya mohon maaf agar apa yang terjadi ini menjadi catatan dan saya rencana hari ini akan mengumpulkan secara Zoom (daring) seluruh BKSDA untuk menginventarisasi lagi apa yang di masyarakat itu dianggap tabu atau sakral, sehingga ketika ada penegakan hukum tidak melanggar hal semacam ini,” kata Raja Juli.

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025). [Suara.com/Novian]
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025). [Suara.com/Novian]

Menhut menjelaskan, meskipun pemusnahan barang bukti secara prosedural benar, BKSDA seharusnya lebih peka terhadap konteks kearifan lokal.

“Secara hukum tindakan tersebut benar, kata dia, namun jika memperhatikan kearifan lokal, tindakan jajarannya tidak kontekstual yang mengakibatkan ketersinggungan masyarakat Papua.”

Sebagai langkah nyata, Menhut telah mengutus eselon satu kementeriannya untuk langsung berdialog dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan mahasiswa di Papua.

Ia juga berjanji akan mengumpulkan seluruh kepala balai BKSDA secara daring.

“Jadi agar hal ini tidak terjadi di Papua, juga di Bali, dan sebagainya. Saya akan mengumpulkan semua kepala balai secara daring untuk menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal, tabu, istilah-istilah lokal yang mengarahkan untuk kita berhati-hati,” tegasnya.

Menhut memanfaatkan momentum ini untuk menyoroti tantangan yang lebih besar: pelestarian burung Cenderawasih itu sendiri.

Ia meminta masyarakat Papua untuk terus menjaga kekayaan alam ini.

“Tantangan kita di Burung Cenderawasih memang pertumbuhan liarnya yang luar biasa sekarang, burung ini banyak jenisnya dan tidak semua berhasil di penangkaran, banyak sekali tantangan-tantangannya, lebih pemalu, suhu udara tertentu, gelapnya juga tertentu,” ujarRaja Juli. (Antara)

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI