Suara.com - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah, seorang sosok perempuan yang dikenal sebagai simbol perjuangan buruh Indonesia.
Keputusan ini menjadi bentuk penghormatan atas keberaniannya memperjuangkan hak-hak pekerja di masa Orde Baru, meski harus dibayar dengan nyawanya sendiri.
Marsinah dianggap mewakili semangat perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang dialami para buruh di masa penuh tekanan politik tersebut.
Berikut adalah profil Marsinah selengkapnya.
Profil Marsinah

Marsinah adalah wanita kelahiran Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969.
Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri pasangan Mastin dan Sumini.
Sejak kecil, Marsinah dikenal sebagai anak pekerja keras yang hidup dalam kesederhanaan bersama neneknya, Puirah, dan bibinya, Sini.
Ia bersekolah di SD Negeri Karangasem 189 lalu melanjutkan ke SMP Negeri 5 Nganjuk.
Masa kecilnya diisi dengan berdagang makanan ringan untuk membantu ekonomi keluarga.
Baca Juga: Soeharto Resmi Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, Aktivis Sejarah: Ini Mengkhianati Reformasi
Meski sempat menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Muhammadiyah, pendidikannya harus terhenti karena keterbatasan biaya.
Aktivis

Setelah dewasa, Marsinah merantau ke Surabaya pada 1989 dan bekerja di pabrik plastik SKW di kawasan industri Rungkut.
Gajinya yang kecil membuatnya berjualan nasi bungkus di sekitar pabrik untuk menambah penghasilan.
Beberapa tahun kemudian, ia pindah ke Sidoarjo dan bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS), pabrik arloji di Porong. Di tempat kerja inilah, keberanian dan idealismenya mulai terlihat.
Marsinah aktif di organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dan dikenal vokal memperjuangkan hak-hak buruh, terutama soal kesejahteraan dan keadilan kerja.
Pada awal 1993, Gubernur Jawa Timur Soelarso mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang mengimbau agar para pengusaha menaikkan upah buruh sebesar 20 persen. Namun, pihak PT CPS menolak tuntutan tersebut.