- PBNU mengklarifikasi bahwa surat yang mengumumkan pemberhentian KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum adalah dokumen palsu.
- Dokumen hoaks tersebut tidak memenuhi standar keabsahan PBNU, termasuk ketiadaan empat tanda tangan unsur pimpinan resmi organisasi.
- Surat palsu itu tidak memiliki fitur keamanan resmi PBNU seperti stempel digital Peruri, QR Code, dan tidak terdaftar dalam basis data.
Suara.com - Jagat maya dihebohkan dengan beredarnya sebuah surat berkop Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang berisi keputusan mengejutkan, pemberhentian KH Yahya Cholil Staquf dari jabatannya sebagai Ketua Umum. Namun, PBNU bergerak cepat dan memastikan bahwa dokumen tersebut adalah palsu alias hoax.
Wakil Ketua Umum PBNU, Amin Said Husni, menegaskan bahwa surat dengan Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 itu bukanlah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh organisasi.
Kepastian ini didapat setelah PBNU melakukan proses verifikasi menyeluruh, baik secara administratif maupun digital.
Menurut Amin, surat yang beredar tersebut sama sekali tidak memenuhi standar keabsahan dokumen resmi PBNU.
Ia merujuk pada Peraturan Perkumpulan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pedoman Administrasi yang menjadi acuan legalitas persuratan di lingkungan NU.
“Surat resmi PBNU harus ditandatangani oleh empat unsur, yakni Rais Aam, Katib Aam, Ketua Umum, serta Sekretaris Jenderal. Dokumen yang beredar tidak memenuhi ketentuan tersebut,” ujar Amin, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Lebih lanjut, Amin membeberkan sejumlah kejanggalan fatal yang membuktikan bahwa surat tersebut palsu.
Ia menjelaskan bahwa sistem persuratan PBNU saat ini telah mengadopsi mekanisme keamanan berlapis untuk mencegah pemalsuan.
Setiap surat resmi PBNU yang asli kini dilengkapi dengan stempel digital dari Peruri yang disertai QR Code di bagian kiri bawah.
Baca Juga: Gus Tajul kepada Gus Yahya: Kalau Syuriah PBNU Salah, Tuntut Kami di Majelis Tahkim
Selain itu, terdapat footer resmi yang menyatakan bahwa dokumen tersebut ditandatangani secara elektronik melalui sistem Digdaya Persuratan. Fitur-fitur keamanan ini tidak ditemukan pada dokumen yang beredar.
Kejanggalan lain yang sangat mencolok adalah adanya watermark atau tanda air bertuliskan "Draft" pada surat tersebut. Hal ini secara otomatis mengindikasikan bahwa dokumen itu bukanlah versi final dan tidak memiliki kekuatan administrasi apa pun.
Bahkan, saat dilakukan pemindaian pada QR Code yang tertera, hasilnya menunjukkan status "TTD Belum Sah". Fakta ini semakin memperkuat bahwa surat tersebut tidak dapat diakui sebagai dokumen resmi PBNU.
Untuk memastikan lebih jauh, PBNU juga telah melakukan verifikasi nomor surat melalui laman resmi verifikasi.nu.id/surat. Hasilnya, nomor surat yang tertera pada dokumen palsu itu tidak terdaftar dalam basis data resmi PBNU.
Menyikapi beredarnya informasi bohong ini, Amin mengimbau seluruh jajaran pengurus serta warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin) di semua tingkatan untuk tidak panik dan selalu melakukan kroscek terhadap keaslian setiap dokumen yang mengatasnamakan PBNU.
“Keabsahan dokumen PBNU ditentukan oleh prosedur administrasi resmi, bukan oleh beredarnya informasi,” tegasnya.