- KPK menegaskan vonis bersalah terhadap Eks Dirut PT ASDP, Ira Puspadewi, berdasarkan 12 perbuatan melawan hukum.
- Perbuatan melawan hukum Ira mencakup mengubah RKAP, mengabaikan studi kelayakan, dan mematok harga akuisisi PT JN.
- Meskipun Ira mendapat rehabilitasi dari Presiden Prabowo, KPK menunggu dokumen resmi untuk membebaskan Ira dari Rutan.
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap pada pendiriannya, Eks Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi, telah terbukti melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum dalam kasus korupsi yang menjeratnya.
Penegasan ini mengemuka meskipun Ira Puspadewi mendapatkan rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto, sebuah keputusan yang secara hukum memulihkan nama baiknya.
Tak goyah dengan keputusan tersebut, KPK justru membeberkan secara rinci '12 dosa' atau perbuatan yang menjadi dasar bagi Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menjatuhkan vonis bersalah terhadap Ira.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, memaparkan satu per satu dugaan pelanggaran fatal yang dilakukan Ira dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN).
"Yang menjadi perbuatan melawan hukum dari IP, di antaranya, pertama mengubah ketentuan dasar PT ASDP untuk pemenuhan syarat kerja sama usaha atau KSU dengan PT JN yang kemudian diubah kembali setelah proses berjalan," kata Budi kepada wartawan, Kamis (27/11/2025).
Rincian '12 Dosa' Ira Puspadewi yang Dibongkar KPK

Langkah kontroversial pertama itu ternyata hanya menjadi pembuka dari serangkaian dugaan pelanggaran lainnya.
Berikut adalah daftar lengkap 12 perbuatan melawan hukum yang dituduhkan KPK kepada Ira Puspadewi:
- Mengubah Anggaran Tiba-tiba: Ira disebut mengubah rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) dari yang semula untuk pembangunan kapal baru menjadi akuisisi perusahaan pelayaran.
- Studi Kelayakan Abal-abal: Proses akuisisi sebuah perusahaan diduga kuat tidak didasari oleh penyusunan feasibility study (studi kelayakan) yang memadai dan komprehensif.
- Abaikan Risiko Tinggi: "Keempat, mengabaikan penilaian risiko meskipun aksi akuisisi berisiko tinggi," ujar Budi.
- Patok Harga dan Kongkalikong: Nilai akuisisi PT Jembatan Nusantara diduga telah dipatok dan dikondisikan bersama pemiliknya, Adjie, yang kini juga berstatus tersangka.
- Intervensi Hasil Valuasi: Ira dituding meminta pihak konsultan untuk menyesuaikan hasil valuasi agar sesuai dengan harga yang telah dipatok sebelumnya.
- Beri Data Tidak Akurat: KPK menyebut Ira memberikan data yang tidak akurat kepada konsultan, termasuk informasi mengenai status kapal yang ternyata banyak yang tidak beroperasi.
- Tutup Mata Soal Utang dan Kondisi Kapal: "Ketujuh, tidak mempertimbangkan utang PT JN, kondisi kapal, biaya perbaikan, dan utang pajak," sebut Budi.
- Paksakan Akuisisi Meski Keuangan Cekak: Ira diduga memaksakan proses akuisisi meskipun kondisi finansial ASDP saat itu tidak mampu, yang berujung pada pengajuan pinjaman ke bank.
- Abaikan Masukan BPKP: Masukan krusial dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai penilaian harga kapal yang dianggap terlalu tinggi, diabaikan begitu saja.
- Beli Kapal Rongsok: "Sepuluh, membeli kapal yang tidak layak jalan dan tidak sesuai standar Organisasi Maritim Internasional atau IMO serta, beberapa kapal tidak diasuransikan, dan izin yang belum lengkap," tutur Budi.
- Salah Baca Kondisi Pasar: Keputusan akuisisi juga tidak mempertimbangkan kondisi bisnis penyeberangan yang sudah jenuh, di mana jumlah suplai kapal lebih banyak dari permintaan konsumen.
- Pengaruhi Konsultan untuk Berbohong: "Terakhir, memengaruhi konsultan untuk memberikan keterangan yang mendukung skenario tertentu,” ujar Budi.
Rehabilitasi Presiden dan Dissenting Opinion Hakim
Baca Juga: KPK Belum Juga Terima Keppres Rehabilitasi Ira Puspadewi, Eks Dirut ASDP Gagal Bebas Hari Ini?

Hingga kini, KPK masih dalam posisi menunggu salinan resmi Keputusan Presiden (Keppres) mengenai rehabilitasi Ira Puspadewi. Dokumen tersebut akan menjadi landasan hukum bagi KPK untuk membebaskannya dari Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK.
Kabar mengenai rehabilitasi ini sebelumnya diumumkan oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad.
"Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, Alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut," kata Dasco, merujuk pada Ira dan dua direktur lainnya, Harry Muhammad Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis Ira Puspadewi dengan hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Sementara dua terdakwa lainnya divonis 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta.
Namun, putusan tersebut tidak bulat. Ketua Majelis Hakim, Sunoto, justru memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion. Ia menilai para terdakwa seharusnya tidak dihukum.
"Para terdakwa seharusnya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag," kata Sunoto saat itu.