- PBNU membantah keras tudingan TPPU serta menyatakan analisis hukum yang beredar prematur dan tidak berdasar kuat.
- Isu ini muncul setelah KPK akan menelusuri dugaan aliran dana korupsi dari mantan Bendahara Umum PBNU.
- PBNU menduga isu ini adalah manuver politik untuk menekan Syuriyah agar memproses pemakzulan Ketua Umum.
Suara.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan perlawanan keras terhadap tudingan miring mengenai adanya dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di dalam tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.
PBNU menegaskan bahwa seluruh analisis hukum dan narasi yang beredar adalah prematur, tidak memiliki dasar yang kuat, dan menyimpang dari koridor hukum yang berlaku.
Bola panas ini bergulir setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi sinyal akan menelusuri dugaan aliran dana haram dari terpidana korupsi Mardani Maming, yang pernah menjabat Bendahara Umum PBNU.
Isu ini dipicu oleh bocornya informasi mengenai hasil audit internal keuangan PBNU yang disebut-sebut menemukan adanya transaksi janggal.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Najib Azca, menegaskan bahwa dokumen audit yang menjadi sumber kegaduhan tersebut statusnya belum rampung.
Oleh karena itu, secara logis dan hukum, dokumen tersebut tidak bisa dijadikan sebagai alat untuk mengambil kesimpulan apalagi keputusan strategis.
“Audit belum selesai, bagaimana mungkin keputusan strategis diambil sebelum fakta lengkap tersedia,” kata Najib, di Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Senada dengan Najib, Bendahara PBNU Sumantri Suwarno juga menekankan sifat sementara dari dokumen tersebut.
Menurutnya, kesimpulan adanya pelanggaran hukum maupun aturan organisasi tidak bisa didasarkan pada data yang belum final.
Baca Juga: Gus Yahya Tolak Ultimatum Syuriyah PBNU, Tegaskan Tetap Jalankan Amanat Muktamar
“Audit yang belum final tidak bisa dijadikan landasan,” tegas Sumantri.
Lebih jauh, PBNU mencium adanya aroma manuver politik di balik hembusan isu ini. Najib Azca menyebut narasi ini sengaja digulirkan untuk menekan jajaran Syuriyah PBNU agar mendorong pemakzulan Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.
“Dalam dokumen bantahan harian PBNU, narasi itu dilihat sebagai upaya menakut-nakuti Syuriyah PBNU untuk mendorong pemakzulan Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf. Ini manuver politik yang memanfaatkan ketidaktahuan publik,” imbuhnya.
PBNU juga menepis isu liar soal pembubaran organisasi. Najib menjelaskan bahwa mekanisme pembubaran ormas diatur sangat ketat dalam Undang-Undang dan tidak ada satu pun tahapan yang sedang dijalankan terhadap NU.
Pelanggaran tata kelola keuangan, jika pun ada, tidak termasuk dalam kategori yang bisa berujung pada sanksi pembubaran.
“Karena itu, isu pembubaran NU disebut sebagai bentuk tekanan politik yang berlebihan,” kata Najib.