- DKI Jakarta mencatat 1.096 kasus kekerasan anak hingga November 2025, dengan 56% terjadi di lingkungan rumah.
- Pelaku utama kekerasan sering kali adalah orang terdekat korban, termasuk ayah kandung atau ayah tiri di Jakarta.
- Pemicu kekerasan meliputi kurangnya edukasi pengasuhan, stres ekonomi, dan dampak negatif judi daring (judol).
Dalam kondisi tertekan, orang tua kehilangan kontrol emosi dan anak-anak yang tak berdaya seringkali menjadi pelampiasan termudah.
Masalah ini diperparah oleh merebaknya penyakit masyarakat modern seperti penyalahgunaan narkotika, alkohol, dan terutama judi online yang kian meresahkan.
“Kekerasan terhadap anak juga dipengaruhi oleh stress, tekanan hidup termasuk juga penyalahgunaan alkohol, narkoba dan juga judol yang membuat orang tua akhirnya menghadapi tekanan hidup dan akhirnya anak jadi pelampiasan,” jelas Iqbal.
Perlu Intervensi Negara

Melihat situasi darurat ini, Gubernur Pramono Anung menegaskan bahwa negara tidak bisa tinggal diam. Intervensi serius dan terstruktur menjadi sebuah keharusan mutlak untuk memutus mata rantai kekerasan ini.
"Maka ini tentunya menjadi perhatian kita semua, untuk bagaimana negara atau pemerintah hadir untuk hal-hal tersebut," katanya.
Salah satu solusi konkret yang diusulkan Muhammad Iqbal adalah intervensi sejak dini, bahkan sebelum sebuah keluarga terbentuk.
Ia mendorong pemerintah untuk mewajibkan dan memfasilitasi pelatihan pranikah yang komprehensif.
“Pemerintah daerah memfasilitasi pelatihan pra nikah, baik itu tentang kesehatan reproduksi, tentang tanggung jawab suami dan istri, tentang pengetahuan agama, termasuk juga tentang pengasuhan,” beber Iqbal.
Baca Juga: Banyak Perempuan Terjebak Hubungan Toxic, KPPPA: 1 dari 2 Orang Pernah Alami Kekerasan Psikologis
Sejalan dengan itu, Pemprov DKI Jakarta menyatakan komitmennya untuk mendukung program penguatan peran ayah dalam keluarga melalui "Gerakan Ayah Teladan Indonesia".
Program itu sejalan dengan pandangan bahwa figur ayah memegang peran sentral dalam membentuk karakter anak. Ketika sang ayah gagal menjadi teladan yang baik, dampaknya bisa sangat merusak.
"Dalam sebuah keluarga, ketika seorang ayah menjadi peran sentral, selalu menjadi role model. Ketika ayahnya baik, role model-nya baik. Ketika ayahnya tidak baik, pasti role model-nya juga tidak baik. Itu sudah terjadi," ujar Gubernur Pramono.