Idrus Marham Usul Muktamar PBNU Dipercepat ke Mei 2026 demi Akhiri Konflik

Senin, 08 Desember 2025 | 17:40 WIB
Idrus Marham Usul Muktamar PBNU Dipercepat ke Mei 2026 demi Akhiri Konflik
Idrus marham, Anggota MPO Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII). [Suara.com/Bagaskara Isdiansyah]
Baca 10 detik
  • Idrus Marham menawarkan "Jalan Tengah Konstitusional" dengan mengembalikan jadwal Muktamar NU ke siklus semula demi keutuhan organisasi.
  • Idrus mendorong percepatan Muktamar paling lambat Mei–Juni 2026 sebagai forum sah meredam konflik internal PBNU saat itu.
  • Persoalan IUP bukan pada pemberian izinnya, melainkan pada tuntutan akuntabilitas serta transparansi pengelolaannya untuk umat.

Idrus mencium aroma ketidakadilan dalam proses organisasi tersebut. Ia mempertanyakan mengapa sanksi organisasi seolah tebang pilih dan hanya menyasar pucuk pimpinan tertinggi, sementara posisi Sekretaris Jenderal justru aman dari guncangan.

“Sikap Yahya Staquf bisa dipahami sebagai bentuk protes, Kenapa yang dinonaktifkan hanya ketua umumnya, sementara Sekjen Saifullah Yusuf justru terkesan dilindungi. Ini menimbulkan rasa ketidakadilan,” katanya.

Lebih lanjut, manuver Gus Yahya yang melakukan reposisi jabatan Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum—meskipun statusnya telah dinonaktifkan oleh kubu berseberangan—dinilai Idrus sebagai reaksi kausalitas atas tindakan sepihak yang dialaminya.

Situasi saling kunci ini, menurut Idrus, menjadi indikator kuat bahwa PBNU membutuhkan evaluasi komprehensif terhadap arah pengelolaannya.

Transparansi Tambang Jadi Kunci

Selain isu kepemimpinan, Idrus juga menanggapi kritik mantan Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj, mengenai konsesi tambang atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan pemerintah.

Berbeda dengan pandangan yang menolak, Idrus menekankan bahwa substansi masalah bukan pada pemberian izinnya, melainkan pada akuntabilitas dan transparansi pengelolaannya.

Bagi Idrus, perhatian pemerintah melalui pemberian IUP seharusnya diapresiasi sebagai upaya pemberdayaan ekonomi umat. Namun, hal itu bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola secara profesional dan transparan.

“Masalah PBNU bukan pada IUP-nya, tetapi pada pengelolaannya. Pemerintah justru patut diapresiasi karena memberi perhatian. Yang bermasalah adalah ketika aset organisasi dikelola untuk kepentingan pribadi, langsung ataupun tidak langsung,” tegas Idrus.

Baca Juga: Pesantren Krapyak Dorong Musyawarah, Tegaskan Dukungan pada Kepemimpinan Gus Yahya

Menutup pandangannya, Idrus menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan di PBNU, mulai dari jajaran Syuriyah, kiai sepuh, hingga pengurus harian Tanfidziyah, untuk menahan diri.

Ia berharap ego sektoral dan manuver politik dapat diredam demi menjaga kepercayaan umat yang kini tengah bingung melihat para pemimpinnya berseteru.

“Konflik ini jangan sampai merusak kepercayaan publik dan jamaah. NU harus kembali menjadi Rumah Besar yang mempersatukan umat,” pungkasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI