- Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP) sedang dalam tahap awal mengumpulkan dan memetakan persoalan institusi Polri.
- Reformasi Polri dipastikan tidak memiliki target waktu penyelesaian yang jelas meskipun ada laporan awal dalam tiga bulan.
- Masukan masyarakat menyimpulkan bahwa reformasi Polri sangat mendesak karena institusi tersebut dianggap disfungsi dari fungsi konstitusionalnya.
Suara.com - Sebuah pengakuan penting datang dari tim khusus yang ditugaskan untuk mempercepat reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP) menyatakan bahwa tugas besar untuk membenahi institusi Bhayangkara ini berjalan tanpa ada target waktu yang pasti.
Saat ini, komisi masih berada di tahap paling awal, yakni mengumpulkan dan memetakan segudang persoalan yang ada.
Meskipun Presiden Prabowo telah memberikan arahan agar KPRP melaporkan hasil kerjanya dalam tiga bulan, hal itu dipastikan bukan merupakan tenggat akhir dari keseluruhan proses reformasi.
Anggota KPRP yang juga mantan Kapolri, Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti, menegaskan adanya ketidakpastian mengenai kapan reformasi ini akan tuntas.
"Enggak ada target yang jelas tetapi diberikan waktu oleh presiden untuk tiga bulan supaya melapor, apakah setelah tiga bulan selesai kita belum jelas," kata Badrodin, saat ditemui di lingkungan Fakultas Hukum UGM, Senin (22/12/2025).
Hingga hari ini, KPRP bahkan belum menyerahkan laporan awal apa pun kepada Presiden.
Badrodin mengistilahkan fase yang sedang berjalan saat ini sebagai 'belanja masalah', di mana tim secara aktif menyerap aspirasi dan mengidentifikasi borok-borok persoalan dari berbagai lapisan masyarakat untuk memahami akar masalah di internal kepolisian.
Proses 'belanja masalah' ini direncanakan akan memakan waktu sekitar satu bulan penuh. Setelah itu, barulah KPRP akan melangkah ke tahap selanjutnya, yaitu melakukan pembahasan mendalam untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang konkret dan tajam.
Baca Juga: Mahfud MD Bongkar Borok Polri: Masuk Akpol Pakai Jatah, Mau Jadi Brigjen Mesti Bayar?
"Belum [lapor presiden], karena kita baru belanja masalah. Sehingga nanti bahan ini kita diskusikan di sana untuk kita formulasikan apa saja yang memang perlu kita sarankan kepada presiden," ujar dia.
Badrodin menekankan bahwa tidak ada aspek yang dianaktirikan dalam proses ini. Seluruh elemen dalam sistem kepolisian dianggap sama pentingnya dan saling terkait satu sama lain.
Pembenahan tidak akan dilakukan secara parsial, melainkan menyentuh seluruh sistem secara holistik, mulai dari hulu hingga hilir, termasuk soal sensitif seperti mekanisme promosi jabatan.
"Ya semua penting, mulai dari pendidikan sampai pengawasan, mulai pembinaan, operasional itu penting," tegasnya.
Di sisi lain, anggota KPRP lainnya, Mahfud MD, mengungkapkan bahwa masukan yang diterima timnya dari berbagai elemen masyarakat mengerucut pada satu kesimpulan yang sama, reformasi Polri adalah sebuah keniscayaan yang mendesak.
Banyak pihak, kata Mahfud, menilai Polri saat ini telah melenceng dari fungsi dasarnya.
Ia bahkan mengutip pandangan seorang akademisi untuk menggambarkan kondisi yang ada.
"Antara lain yang umum bahwa reformasi Polri ini harus dilakukan betapa pun sudah sering dilakukan reformasi karena semuanya menganggap polisi ini, Polri ini sekarang kalau meminjam istilah Prof. Marcus (UGM) itu disfungsi, keluar dari fungsi konstitusionalnya," ujar Mahfud.
Mahfud memastikan semua keluhan dan masukan berharga tersebut telah dicatat dengan saksama.
Catatan inilah yang akan menjadi pisau bedah untuk menguliti persoalan Polri secara menyeluruh, baik dari sisi struktur organisasi, instrumen hukum dan aturan, hingga budaya kerja yang telah mengakar.
"Sehingga kalau ditanya apa ada masukan, banyak, banyak untuk perbaikan Polri itu tadi. Baik menyangkut struktur, instrumen, maupun kultur semuanya yang harus sudah dibedah tadi satu per satu," katanya.