suara kasih paham

Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai Rokok 2026: Kebijakan Hati-Hati atau Keberpihakan ke Industri?

Selasa, 23 Desember 2025 | 20:46 WIB
Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai Rokok 2026: Kebijakan Hati-Hati atau Keberpihakan ke Industri?
Ilustrasi Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai Rokok 2026. (Suara.com)
Baca 10 detik
  • Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memutuskan tarif cukai hasil tembakau 2026 tidak dinaikkan setelah berdiskusi dengan pelaku industri.
  • Keputusan ini memicu kritik Komnas PT karena dinilai mengabaikan kesehatan publik demi kepentingan ekonomi industri rokok.
  • Pemerintah melalui CORE Indonesia menilai kebijakan ini sebagai kehati-hatian fiskal untuk mendukung permintaan dan lapangan kerja.

Tidak hanya berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, cukai rokok juga memiliki nilai strategis sebagai instrumen pengendalian konsumsi. Dalam konteks ini, cukai dipandang sebagai bentuk tanggung jawab sosial negara untuk melindungi kesehatan publik.

Sejumlah kajian dan publikasi di situs resmi pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan, menyebutkan bahwa cukai rokok berperan dalam menekan laju perokok dan mencegah masyarakat mengonsumsi zat berbahaya bagi kesehatan.

Infografis penundaan kenaikan cukai rokok 2026. (Suara.com/Aldie)
Infografis penundaan kenaikan cukai rokok 2026. (Suara.com/Aldie)

Dampak Cukai Rokok Tak Naik

Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok pada 2026 menuai kritik dari berbagai pihak. Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menilai kebijakan tersebut menunjukkan ketidakpahaman terhadap filosofi cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi, bukan semata-mata alat pendapatan negara.

Sekretaris Komnas PT, Tulus Abadi, menyebut keputusan Menkeu Purbaya praktis hanya memperhatikan kepentingan industri, tanpa memberi perhatian memadai pada aspek kesehatan.

Menurut Tulus, terdapat setidaknya dua dampak utama dari tidak adanya kenaikan cukai rokok.

“Pertama, konsumsi rokok akan melonjak, khususnya pada anak-anak dan remaja. Kedua, negara akan kehilangan potensi pendapatan yang signifikan. Padahal, saat ini negara sedang menghadapi keterbatasan penerimaan pajak dan tingginya pengeluaran akibat bencana. Seharusnya, cukai rokok justru dinaikkan,” kata Tulus saat dihubungi Suara.com, Selasa (23/12/2025).

Ia menegaskan, dampak paling serius dari kebijakan ini terletak pada sektor kesehatan.

Menurutnya, kebijakan tersebut menunjukkan adanya praktik “barter kebijakan”, di mana aspek kesehatan dikorbankan demi kepentingan ekonomi industri tembakau.

Baca Juga: Purbaya Cuek usai Didemo Kades soal Pencairan Dana Desa: Ditahan Buat Kopdes Merah Putih

“Bahkan pemerintah tunduk pada kepentingan oligarki tembakau,” ujarnya.

Tulus menambahkan, tidak dinaikkannya cukai rokok berpotensi meningkatkan prevalensi perokok anak dan remaja yang saat ini sudah mencapai 7,4 persen, serta memperbesar konsumsi rokok di kalangan rumah tangga miskin.

“Puncaknya, akan terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular dan membengkaknya biaya kesehatan,” katanya.

Dari sisi hukum, Tulus juga menilai pemerintah melanggar regulasi.

“Khususnya Undang-Undang Cukai, karena seharusnya CHT dinaikkan setiap tahun. Sementara pada 2025 tidak naik, dan 2026 juga tidak dinaikkan,” ujarnya.

Ia pun khawatir tren ini akan berlanjut.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI