Suara.com - MPV mewah bukan lagi monopoli Toyota Alphard, Denza D9 kini menguasai pasar dengan penjualan lebih dari empat kali lipat, harga hampir separuh, dan pajak tahunan hanya Rp 143 ribu.
Data ini menjadikannya pilihan utama baru kalangan atas yang cerdas secara finansial dan peduli pada teknologi masa depan.
Dunia otomotif premium Indonesia sedang mengalami pergeseran besar, di mana Denza D9, MPV listrik ini berhasil menggoyang dominasi lama Toyota Alphard yang selama bertahun-tahun menjadi simbol kemewahan dan status sosial di tanah air.
Berikut 5 fakta menarik tentang pergeseran MPV mewah Tanah Air dari Alphard ke Denza D9.
1. Data Penjualan

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) per Juli 2025, Denza D9 mencatat distribusi sebanyak 523 unit dalam satu bulan, sementara Alphard, baik varian bensin maupun hybrid, hanya mencapai 95 unit, menunjukkan pergeseran preferensi yang sangat nyata di kalangan pembeli kelas atas.
Jika dilihat secara kumulatif dari Januari hingga Juli 2025, Denza D9 telah terjual sebanyak 6.256 unit, jauh melampaui Alphard yang hanya membukukan 1.486 unit untuk seluruh varian, membuktikan bahwa tren kepemilikan MPV premium sedang beralih ke kendaraan listrik.
2. Jeroan Mesin
Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada sistem penggerak, di mana Alphard masih mengandalkan mesin bensin konvensional dengan opsi hybrid, sementara Denza D9 adalah mobil listrik murni yang menawarkan pengalaman berkendara lebih halus, sunyi, dan bebas emisi.
Baca Juga: 8 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc Tahun 2020: Fitur Masih Rasa Baru, Harga Lebih Terjangkau
Denza D9 dibekali baterai Blade (LFP) 103 kWh dari BYD yang dikenal tahan terhadap overheating dan kebocoran, serta mampu menempuh jarak hingga 600 km dalam sekali pengisian penuh berdasarkan standar CLTC, menjadikannya sangat cocok untuk mobilitas harian maupun perjalanan jauh.
Motor listrik Permanent Magnet Synchronous pada Denza D9 menghasilkan tenaga 230 kW (setara 313 PS) dan torsi 360 Nm yang langsung tersedia sejak putaran nol, memberikan akselerasi lebih responsif dibanding Alphard hybrid yang hanya mencapai 250 PS secara total.
3. Harga

Harga Denza D9 yang dibanderol mulai Rp 950 juta menjadi daya tarik utama, karena jauh lebih terjangkau dibanding Alphard bensin yang dijual dari Rp 1,6 miliar, apalagi varian hybrid-nya yang tembus Rp 1,7 miliaran.
4. Pajak
Yang paling mencengangkan adalah perbedaan biaya kepemilikan jangka panjang, di mana Denza D9 hanya dikenakan pajak SWDKLLJ sebesar Rp 143 ribu per tahun karena bebas PKB sebagai kendaraan listrik, sementara Alphard dikenai PKB progresif hingga 20% yang membuat pajak tahunannya mencapai sekitar Rp 25 juta.
Biaya operasional Denza D9 juga jauh lebih rendah karena tidak memerlukan bahan bakar, cukup isi ulang listrik sekitar Rp 150–200 ribu untuk penuh, serta perawatan yang lebih sederhana tanpa perlu ganti oli mesin, filter, atau tune-up berkala seperti pada kendaraan berbahan bakar.
5. Interior
Interior Denza D9 menawarkan kemewahan setara Alphard dengan captain seat, sunroof panoramic, sistem hiburan 4G/Wi-Fi, dan fitur ADAS lengkap termasuk 8 airbag serta sistem parkir otomatis, membuatnya menjadi kompetitor yang sangat kompetitif dalam hal kenyamanan dan keselamatan.
Meskipun Alphard tetap menjadi simbol gengsi bagi sebagian kalangan, generasi baru pengusaha dan eksekutif kini lebih memilih Denza D9 karena kesadarannya terhadap teknologi, efisiensi, dan keberlanjutan lingkungan, selain juga insentif pemerintah yang mendukung adopsi kendaraan listrik.
Jaringan charging BYD yang terus berkembang di mall, perkantoran, dan rumah pribadi semakin memudahkan pengguna Denza D9, sementara faktor "first mover" di segmen MPV listrik premium membuat mobil ini menjadi trendsetter di kalangan elite urban.
Kemenangan Denza D9 bukan sekadar soal angka penjualan, tapi pertanda perubahan paradigma: dari kemewahan berbasis mesin bakar menuju kemewahan berbasis teknologi, efisiensi, dan tanggung jawab lingkungan.
Bagi konsumen premium, beralih ke Denza D9 bukan hanya soal gaya, tapi keputusan strategis yang menggabungkan gaya hidup mewah dengan kecerdasan finansial dan kesadaran akan masa depan mobilitas.