Panitia penyelenggara Olimpiade Paris 2024 lalu melucuti Gomis dari peran duta Olimpiade, dengan alasan Gomis telah melanggar prinsip netralitas olahraga.
Ancaman boikot
Tindakan Prancis ini memicu kritik dari dalam dan luar negeri, karena pemerintah Prancis sendiri tidak konsisten dalam mematuhi prinsip netralitas olahraga itu, bahkan disebut menerapkan standard ganda.
Mereka yang mengkritik Prancis itu bertanya jika pemerintah Prancis bisa menghukum Gomis sedemikian keras, mengapa mereka melarang atlet-atlet Rusia mengikuti Olimpiade dengan alasan yang juga politis.
Mereka berpandangan jika Gomis tak boleh menyampaikan sikap politiknya, mengapa pemerintah Prancis boleh mengambil sikap politik dalam dunia olahraga dengan melarang atlet Rusia dan Belarus turut serta dalam Olimpiade 2024.
Presiden Prancis Emmanuel Macron memang menyatakan bendera kebangsaan Rusia tak boleh berkibar selama Olimpiade Paris, tapi dia tak pernah meminta atlet-atlet Rusia dilarang mengikuti Olimpiade ini.
Kerumitan tak hanya terjadi di sisi pemerintah Prancis, karena keadaan serupa terjadi pada badan-badan olahraga global.
Bayangkan saja, pada saat IOC akhirnya menyatakan atlet-atlet Rusia dan Belarus boleh mengikuti Olimpiade 2024 dalam status netral tanpa bendera dan lagu kebangsaan negaranya, sejumlah badan olahraga dunia malah melarang atlet-atlet dari kedua negara itu mengikuti kompetisi mereka.
Bahkan kepala badan atletik dunia (World Athletics), Sebastian Coe, menyatakan atlet-atlet Rusia dan Belarus akan dilarang mengikuti Olimpiade Paris, sekalipun dalam status netral.
Baca Juga: Nurul Akmal Jadi Atlet ke-10 Indonesia yang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri tidak puas atas keputusan IOC, walau atlet-atlet dari negaranya masih dibolehkan bertanding dalam status netral.