Peringatan BMKG: Ancaman Krisis Pangan dan Bencana Kelaparan Tahun 2050 Bisa Jadi Kenyataan!

Dicky Prastya Suara.Com
Senin, 25 Maret 2024 | 03:51 WIB
Peringatan BMKG: Ancaman Krisis Pangan dan Bencana Kelaparan Tahun 2050 Bisa Jadi Kenyataan!
Ilustrasi kelaparan. Foto: Warga Palestina menunggu pasokan makanan bantuan di kota Rafah di Jalur Gaza selatan, pada 14 Februari 2024. [Dok.Antara]

Berdasarkan data yang dirilis Bappenas, perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi padi Indonesia sebesar 1,13 juta ton hingga 1,89 juta ton. Lahan pertanian seluas 2.256 hektar sawah pun terancam kekeringan.

Di sisi lain, beber Dwikorita, kondisi ketahanan pangan Indonesia, yang dilihat dari tingkat konsumsi pangan rumah tangga, juga membutuhkan perhatian.

Angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan Prevalence of Undernourishment (PoU) pada 2022 meningkat menjadi 10,21 persen dari 8,49 persen pada 2021.

Apabila situasi ini tidak mendapatkan perhatian serius, katanya, maka ramalan The Food and Agriculture Organization (FAO) atau Badan Pangan dan Pertanian Dunia mengenai krisis pangan global dan bencana kelaparan di tahun 2050 dapat menjadi kenyataan.

Lebih lanjut Dwikorita menerangkan, BMKG mencatat secara keseluruhan kalau tahun 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0.8 derajat Celcius relatif terhadap periode klimatologi 1981 hingga 2020.

Tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 derajat Celcius, dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 derajat Celcius.

Sementara itu Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, WMO mencatat bahwa tahun 2023 menjadi tahun dengan penuh rekor temperatur.

Menurutnya, sepanjang Juni-Agustus 2024 adalah tiga bulan terpanas sepanjang sejarah serta gelombang panas (heatwave) terjadi di banyak tempat secara bersamaan.

"Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot," ungkapnya.

Baca Juga: BMKG Pastikan Gempa Tuban Tidak Berpotensi Tsunami

Melihat berbagai persoalan tersebut, Ardhasena berharap isu dampak perubahan iklim dapat semakin mengemuka dan menjadi perhatian serius seluruh masyarakat dan stakeholder terkait.

Menurutnya, perubahan iklim dan semakin parahnya fenomena anomali iklim menuntut transformasi pengendalian dampak yang relevan dan radikal.

Selain terus membangun dan meningkatkan kesadaran publik akan dampak perubahan iklim, BMKG juga terus melakukan pengembangan dan pembangunan sistem peringatan dini multibahaya yang efektif.

"Kami berharap para pemangku kebijakan dari level pusat hingga daerah terus meningkatkan kewaspadaan dan menerapkan early warning system yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir. Dengan demikian, ancaman bencana dapat diminimalisir dan diantisipasi semaksimal mungkin," tandasnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI