Suara.com - Potret buram dunia penerbangan kembali terbingkai di Indonesia, pada pekan penghujung bulan Oktober 2018. Senin 29 Oktober, pesawat milik Lion Air mendadak hilang dari radar lantas terdeteksi terjun bebas ke perairan Karawang, Jawa Barat.
Sebelum terjatuh ke laut, pesawat PK-LQP milik milik maskapai Lion Air bernomor penerbangan JT 610 rute Jakarta – Pangkal Pinang itu sempat mendadak hilang dari radar setelah 13 menit lepas landas dari Bandara Soekarno – Hatta, Tangerang, Banten, pukul 06.10 WIB.
Terakhir melapor, pesawat itu masuk medan radar pada koordinat 05 46.15 S - 107 07.16 E. Pesawat ini berangkat pada pukul 06.10 WIB dan seharusnya tiba di Bandara Depati Amir pada pukul 07.10 WIB. Namun, si Singa Merah tak pernah sampai.
Publik terhenyak, sebab, di dalam burung besi tersebut terdapat 189 orang yang kekinian mayoritas belum diketahui keberadaannya. Rinciannya, 178 penumpang dewasa, 1 anak kecil, 2 bayi, 2 pilot, dan 6 pramugari.
Satu fakta penting yang terungkap setelah tragedi itu terjadi adalah, pilot sempat meminta izin untuk kembali ke Bandara Soekarno – Hatta sebelum menghilang dari radar.
Selanjutnya, pengamat penerbangan Alvin Lie turut mengungkap kejanggalan pada pesawat nahas tersebut.
Berdasarkan data grafik yang didapat Alvin dari laman Flight Radar 24, pesawat jenis Boeing 737 Max 8 tersebut sempat melakukan gerakan tak lazim.
Lion Air JT 610 sempat menukik ke kiri,lalu menanjak tajam, lantas kembali turun dengan kecepatan yang belum stabil.
"Saya melihat grafik itu, ada menukik ke kiri, lalu kecepatannya juga belum stabil. Ini memang ada yang tidak wajar ya. Seharusnya tidak begitu," kata Alvin Lie saat dihubungi Suara.com, pada hari nahas tersebut.
Lantas, bagaimana penjelasan Alvin Lie mengenai kecurigaannya terhadap gerak-gerik pesawat tersebut yang dianggap tak wajar?
Berikut wawancara khusus jurnalis Suara.com Chyntia Sami Bhayangkara terhadap Alvin Lie, Rabu (31/10/2018).
![Sebuah pesawat Boeing 737 MAX 9 yang dioperasikan oleh Lion Air. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2018/10/30/68456-lion-air-boeing-737-max.jpg)
Anda sempat mengatakan terdapat keganjilan dalam kecelakaan Lion Air, seperti apa itu?
Ya, ada keganjilan dalam pola kecepatan dan ketinggiannya. Dalam grafik yang saya publikasikan, keganjilan seperti itu terjadi tiga hari berturut-turut, yakni tanggal 28 Oktober, 29 Oktober, dan sehari setelah peristiwa itu, 30 Oktober 2018.
Pada hari Senin awal pekan ini, yakni tragedi itu, pesawat Lion Air bernomor penerbangan JT 610 kecepatannya tidak stabil. Ketinggiannya juga tak stabil. Pesawatnya naik turun terus, begitu pula kecepatannya.
Saya lantas memeriksa penerbangan lainnya dengan rute yang sama, ternyata berbeda. Penerbangan lain di rute yang sama justru grafiknya lurus.
Walau ada juga pesawat yang turbulensi, tapi cuma goyang-goyang sedikit. Fluktuasinya tak sampai seperti tanggal 29 Oktober itu (tragedi Lion Air).
Itu saja yang menurut saya janggal berdasarkan data. Soal penyebabnya, belum bisa diketahui.
Dalam tiga hari yang Anda maksud, artinya pesawat Lion Air itu tidak dalam kondisi baik?
Bukan, bukan begitu. Nah, ini persepsi keliru dari publik. Begini, JT 610 itu adalah nomor penerbangan yang menunjukkan rute dan jadwal. Jadi, yang saya maksud adalah, terdapat kejanggalan saat pesawat dalam rute serta jadwal JT 610.
Sedangkan yang terjatuh itu adalah pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610. Hari ini pun tetap ada nomor penerbangan JT 610, artinya rute Jakarta – Pangkal Pinang tetap dilayani tapi pesawatnya beda.
Sementara yang saya maksud terdapat kejanggalan selama 3 hari itu bukan hanya terjadi pada pesawat Lion Air yang terjatuh, ada pesawat lain. Saya menggunakan data penerbangan nomor JT 610 itu selama tiga hari untuk pembanding bagi tragedi pesawat Lion Air.
Setelah 13 menit terbang, pilot sempat meminta izin putar balik ke Bandara Soekarno – Hatta. Tapi, belum sempat kembali ke pangkalan, sudah hilang kontak. Apa ada faktor ketidaksiapan pilot dalam mengambil keputusan seperti yang disebut publik?
Saya tak mau berspekulasi. Komentar saya, berdasarkan fakta, pilot meminta putar balik karena dia masih meyakini bisa mengendalikan pesawat meski sudah merasakan ada yang tak jawar.
Kalau pilot merasa sudah tak lagi mampu menyelesaikan masalah pada pesawat, dia tak meminta putar balik, tapi mengumumkan emergency landing (pendaratan darurat) di lokasi yang dirasa tepat.
Jadi, menurut saya, saat pilot Lion Air PK-LQP meminta putar balik, dia masih bisa mengendalikan pesawat. Untuk bisa kembali le landasan pacu juga ada tahapannya, tidak bisa loncat-loncat.
Tapi, sementara ini belum ditemukan penumpang yang memakai pelampung. Apa itu artinya kondisi dalam pesawat sebelum jatuh sangat kacau, sehingga penumpang tak sempat membuka pelampung?
Coba lihat grafiknya. Pesawat itu tak pernah mencapai ketinggian 6.000 kaki. Artinya, pesawat saat itu masih dalam tahap tinggal landas, bahkan tahap pendakian pun belum. Jadi, penumpang di dalamnya maupun awak kabin, posisinya sedang duduk menggunakan sabuk pengaman.
Kalau terhitung sejak pilot meminta putar balik, pesawat sudah 13 menit terbang, apa dalam jangka waktu itu masih dalam tahap tinggal landas dan belum mencapai ketinggian 6.000 kaki?
Biasanya, tahap lepas landas itu ditempuh dalam waktu 5 menit, dan sudah mencapai ketinggian 10.000 kaki. Tapi kalau ada arahan bebeda dari Air Navigation, yang disebabkan kepadatan lalu lintas dan sebagainya, bisa berbeda. Bisa jadi diminta untuk mempertahankan ketinggian tertentu.
Tapi, saat tragedi itu terjadi, cuaca pada rute penerbangan itu bagus menurut AirNav. Lalu lintas udara juga lancar. Apa ini artinya ada kerusakan pada mesin pesawat Lion Air?
Faktanya, pesawat itu tak pernah mencapai ketinggian 6.000 kaki ya. Pesawat itu mengalami masalah pada ketinggian 4.000-5.000 kaki, ada fluktuasi, naik-turun terus.
Tapi, saya tidak mengatakan ada masalah pada mesin pesawat. Belum tahu apa yang terjadi di pesawat.
Pesawat Lion Air yang terjatuh itu disebut berteknologi canggih dan dalam segi usia masih baru. Apa Anda melihat ada kejanggalan pada mesinnya?
Saya tidak punya cukup data untuk mengatakan ada atau tidak kejanggalan pada mesinnya. Tapi, yang bisa saya katakan adalah, pesawat tersebut pada hari Senin itu mengalamai operasional yang tak normal.
Penyebabnya belum diketahui. Kalau saya bilang kerusakan mesin, artinya menuduh Boeing tidak benar atau Lion Air tidak disiplin dalam perawatan. Saya tak berani mengatakan itu. Saya kira, kita tak perlu berandai-andai karena akan menyesatkan masyarakat dan menimbulkan fitnah.
Idealnya, pesawat bisa dipakai berapa lama terhitung sejak pembuatan?
Satu pesawat bisa dipakai 30 tahun sampai 40 tahun. Dalam jangka periode itu, pesawat tak masalah diterbangkan, aman, asal perawatannya disiplin. Kuncinya ada pada perawatan.
Setelah dinyatakan kecelakaan, kondisi pesawat tampak hancur dalam kepingan-kepingan berukuran kecil. Begitu pula penumpangnya. Apa ada kemungkinan pesawat meledak di udara sebelum jatuh ke laut?
Menurut saya tidak. Kalau lebih dulu meledak di udara, serpihan pesawatnya akan tersebar dalam kawasan yang sangat luas. Jasad penumpang maupun interior pesawat seperti bangku juga bakal mengapung.
Jadi, pesawat Lion Air PK-LQP itu hancur saat terbentur air?
Begini, ada bagian pesawat yang terpecah saat menghujam ke air. Tapi tidak seluruh bagian pesawat itu yang terpecah, hanya bagian tertentu. Nah, dari bagian yang terpecah itulah barang-barang di dalam pesawat, maupun beberapa jasad penumpang, terseret air keluar.
Basarnas menduga masih banyak korban terjebak di bangkai pesawat, menurut Anda?
Ya, dugaan itu sangat mungkin. Apalagi, menurut saya, besar kemungkinan ada badan pesawat yang masih di dasar laut.
Ada cerita viral di media sosial dari penumpang pesawat Lion Air PK-LQP itu yang diterbangkan dari Denpasar Bali ke DKI Jakarta, beberapa jam sebelum tragedi itu terjadi. Penumpang itu bilang, AC dalam pesawat tak aktif. Penumpang juga mencium bau terbakar, bagaimana menurut Anda?
AC mati itu tidak ada kaitannya keselamatan penerbangan. Setiap akhir penerbangan, pilot wajib mengisi log book Pesawat. Dengan begitu, apabila ada kerusakan bisa diketahui tim pemeliharaan pesawat.penyimpangan masalah atau kerusakan kemudian setelah mendarat log book itu dibaca oleh tim pemeliharaan pesawat dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
Setelah itu masih diperiksa lagi, diklarifikasi oleh supervisor berlisensi, tak sembarangan. Setelah supervisor menyatakan tak ada masalah, baru diberikan izin bahwa pesawat itu sudah kembali laik udara. Jadi tidak mungkin pesawat dalam keadaan rusak kembali diterbangkan, itu tidak mungkin.
Ada pula penumpang pesawat itu sehari sebelum tragedi mengeluhkan sejumlah hal. Apa ada unsur kelalaian maskapai Lion Air dalam menentukan pesawat PK-LQP laik udara?
Lion Air baru bisa dikatakan lalai kalau sudah ada bukti kerusakan dan bukti mereka tak memperbaiki hal tersebut. Jadi, harus menunggu hasil akhir penyelidikan resmi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Konsumen banyak mengeluhkan manajemen Lion Air yang disebut berimbas pada seringnya pesawat terlambat terbang. Apakah ini maslaah serius dalam dunia penerbangan?
Keterlambatan atau delay pesawat tidak ada kaitannya dengan keselamatan penerbangan. Soal delay itu adalah ekspektasi pengguna jasa terhadap penerbangan berbiaya rendah, itu yang harus diluruskan.
Penerbangan berbiaya rendah itu mengutamakan efisiensi. Tapi, efisiensi bukan berarti mengabaikan keselamatan. Untuk kesehatan pesawat, perawatan dan sebagainya itu haru full service atau LCC, semuanya sama.
Tapi efisiensi dalam hal ini adalah masakapai memberikan pelayanan seminimal mungkin. Misalnya naik pesawat tidak diberi makan dan minum. Kemudian fasilitas selama check in, bagasi harus bayar sendiri. Kalau memilih tempat duduk harus bayar lagi.
Termasuk juga soal waktu yang dibutuhkan untuk perputaran di bandara, yakni ketika pesawat tiba dan penumpang turun, sampai penumpang lain masuk serta berangkat lagi. Efisiensi dalam hal itu dilakukan misalnya memendekkan waktu perputaran, sehingga satu pesawat bisa banyak melakukan penerbangan dalam satu hari.
Jadi konsekuensinya, kalau ada satu saja penerbangan yang terlambat, akan berimbas pada penerbangan berikutnya. Itulah yang menyebabkan terjadinya delay.
Tapi maskapai sering beralasan delay terjadi demi keselamatan penumpang, bagaimana?
Delay ada berbagai kategorinya. Ada delay karena kondisi cuaca buruk, itu bukan salah maskapai. Ada delay karena lalu lintas udara padat, juga bukan salah maskapai. Ada pula delay karena kendala operasional, seperti pesawatnya sudah ada, tapi pilotnya belum datang.
Atau terkadang, delay ini juga disebabkan oleh penumpang. Misalnya, sudah waktunya boarding dan sudah dipanggil, tapi penumpang tak ada. Ketika pintu mau ditutup, penumpang baru muncul, sehingga terjadi delay.
Ada juga delay karena barang sudah masuk bagasi, tapi penumpangnya tak ada saat dipanggil masuk pesawat. Karenanya, barang di bagasi itu harus dikeluarkan sehingga pesawat delay.
Terakhir, ada delay karena masalah teknis. Jadi, harus diketahui dulu, apa yang menyebabkan delay.
Berarti delay tidak bisa serta merta dikatakan demi keselamatan penumpang ya?
Tidak, tergantung apa yang terjadi.
Lion Air dikenal raja delay, mempengaruhi penerbangan Indonesia di mata dunia?
Tidak, sekali lagi, delay itu tidak terkait keselamatan penerbangan. Delay itu hanya terkait kinerja maskapai.
Kalau soal perang tarif antarmaskapai bagaimana? Tampaknya, setiap maskapai berlomba memasang tarif rendah?
Saya pikir, tak lagi mungkin terjadi perang tarif antarmaskapai. Karena persoalan tarif sudah diatur oleh pemerintah melalui Kementerian Perhubungan. Mereka yang menentukan tarif batas bawah dan tarif batas atas.
Jadi, ada batas minimumt tarif, tidak bisa ”banting-bantingan” seperti dulu perang tarif seluler semisal Rp 1 rupiah per SMS atau Rp 1 telepon per menit.
Jadi, bagaimana penjelasan agar publik tak hanya memilih maskapai yang dianggap memasang tarif termurah?
Publik seharusnya tak memilih satu maskapai dengan hanya mempertimbangkan soal harga. Justru yang tak kalah penting harus dipertimbangkan saat memilih adalah, jadwal penerbangan. Jadi, kalau harganya murah, tapi bagasinya harus membayar lagi, tak dapat makan dan minum, mau pilih posisi bangku harus bayar lagi, sama saja.
Sekali lagi, tarif murah tidak mengurangi perangkat keselamatan penumpang. Semua perawatan pesawat juga ada standar yang harus dipenuhi, dan sama saja bagi maskapai bertarif murah atau mahal.
Kalau ada maskapai bertarif murah tapi juga memunyai riwayat kecelakaan banyak, artinya yang harus disorot adalah manajamennya.
Maskapai Lion Air termasuk yang seringkali mengalami kecelakaan, apa sanksi yang sebaiknya diberikan?
Inilah salah kaprahnya. Setiap kali ada kecelakaan, selalu dibicarakan sanksi. Penyelidikan terhadap kecelakaan bukan untuk menjatuhkan sanksi, tapi mencari apa yang sebenarnya terjadi. Juga untuk menentukan apa yang harus dilakukan agar tidak lagi terjadi.
Coba lihat peraturan perundang-undangan penerbangan di negara mana pun di seluruh dunia, tak disebutkan penyelidikan kecelakaan ditujukan utnuk menentukan sanksi. Hasil penyelidikan KNKT pun tak bisa dijadikan bukti dalam pengadilan.
Berarti penyelidikan yang dilakukan hanya untuk mengungkap penyebab kecelakaan, tanpa ada sanksi bagi maskapai?
Benar. Dulu ada kasus pemerintah mencoba memidanakan pilot pesawat Garuda Indonesia GA 200 yang mengalami kecelakaan di Yogyakarta. Saat itu, pilot seluruh dunia protes, karena aturannya tak seperti itu.
Coba tunjukkan negara mana yang menjatuhkan sanksi setelah ada kecelakaan pesawat? Tidak ada. Kesepakatan internasional seperti itu.
Tapi, bukan berarti sama sekali tak ada sanksi. Perlu ditegaskan, hasil penyelidikan KNKT tak bisa dijadikan alat bukti persidangan.
Kalau nanti ada penumpang atau keluarga korban menuntut ganti rugi secara perdata terhadap pabrikan pesawat atau maskapai, itu urusan lain lagi. Perdata ya, tapi kalau pemidanaan tak bisa.
Kualitas penerbangan Indonesia sempat diragukan internasional. Apakah ada kaitan dengan unsur politis, sehingga peningkatan kualitas maskapai terbilang lambat?
Persoalan penerbangan bukan cuma melibatkan maskapai, tapi juga pemerintah. Pada periode 2007-2017, Indonesia secara kenegaraan dianggap tak memenuhi persayaratan membuka rute penerbangan baru.
Sejak tahun 2014-2015, pemerintah melakukan berbagai pembenahan, termasuk mengubah peraturan, menata kembali struktur organisasi di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, meningkatkan kapasitas personel-personel dirjen, menata kembali infrastruktur dan sistem navigasi di Indonesia, penataan fasilitas-fasilitas di bandara, meningkatkan kapasitas KNKT, meningkatkan kapasitas SAR, itu beberapa parameter yang menjadi tolok ukur.
Jadi keselamatan penerbangan merupakan produk politik. Sebab, kalau bukan politik, tidak bisa menata kembali regulasi, kemudian reorganisasi di Kemenhub dan sebagainya.
Australia melarang warganya naik Lion Air. Berarti, pelarangan itu berpeluang mencekal maskapai milik Indonesia itu di dunia?
Tidak begitu. Tak semua maskapai asal Indonesia terimbas. Larangannya Australia seperti apa? Dilarang memakai maskapai Indonesia atau Lion Air? Kan disebutkan jelas.
Disebutkan larangan naik Lion Air di Indonesia
Ya sudah, bukan maskapai Indonesianya kan.
Dalam aspek regulasi penerbangan di Indonesia, apa sudah cukup?
Ya, regulasinya sudah cukup, hanya implementasinya perlu konsistensi.
Sebagai analis penerbangan, ada contoh maskapai penerbangan yang baik dilihat dari aspek berapa banyak kecelakaan yang dialami?
Ya, kalau dari segi keselamatan, bisa dilihat dari statistiknya. Semua maskapai juga berkepentingan mengejar safety record.
Contoh maskapai penerbangan dengan safety record terbaik?
Di indonesia pernah ada maskapai dengan safety record terbaik, tapi sekarang sudah tutup, yaitu Batavia Air. Sejak Batavia Air beroperasi sampai tutup, tak pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa.
Sampai saat ini belum ada yang bisa mengalahkan Batavia Air itu?
Iya, belum ada.