Suara.com - Di acara talkshow Politik Tanpa Hoax yang digelar dalam rangka HUT ke-5 Suara.com, Jumat (29/3/2019) lalu, beberapa narasumber yang hadir mengutarakan kegelisahan senada soal maraknya peredaran hoaks di Tanah Air. Terutama terkait kenyataan bahwa jumlah, frekuensi, maupun ragam hoaks yang muncul kian ramai mendekati momen penentuan Pemilu 2019.
Salah satu yang turut menuturkan pandangan sekaligus memaparkan beberapa hasil risetnya adalah Rustika Herlambang, Direktur Komunikasi Indonesia Indicator. Tampil bersama pembicara lain seperti Henri Subiakto dari Kemenkominfo, Imam Wahyudi dari Dewan Pers, Imam Gunawan dari Kemenpora, serta dua politisi perempuan yaitu Tina Talisa (Nasdem) dan Annisa Tyas Palupi (Demokrat), Rustika mengutarakan beberapa poin menarik.
Ketika berbincang lebih jauh, dia pun antara lain menegaskan bahwa sebenarnya rata-rata netizen sendiri sudah sangat resah dengan keberadaan hoaks yang notabene membanjiri dunia maya sehari-harinya. Berikut petikan pembicaraan Suara.com selengkapnya dengan Rustika Herlambang.
Kondisi hoaks di Indonesia saat ini, bagaimana gambarannya?
Saya melanjutkan Henri Subiakto (Staf Ahli Menkominfo). Jadi, Henri mengatakan hoaks berkaitan dengan political game. Jadi kita pernah melakukan riset dari 2012 sampai 2018. Dan ternyata hoaks itu diberitakan atau dibicarakan dari 2012 sampai 2015 itu sepi, kecil sekali. (Lalu) Terjadi peningkatan yang sangat tajam di 2016 dan 2017 awal. Setelah itu, 2017 sama 2018 hoaks mulai menurun, dan kembali meningkat tajam menjelang 2019. Jadi kalau bicara political game, memang itu terkait.
Kalau kita buka data berikutnya, sebenarnya kita ingin tanya sih, masyarakat di media sosial, mereka itu sebenarnya senang nggak sih sama hoaks. Nah, ternyata mereka rata-rata mengutarakan keresahan mereka terhadap hoaks. Dalam satu bulan ada 200 ribu hingga 300 ribu percakapan dari lebih 10 ribu akun manusia, itu menyampaikan keresahan mereka: "Kami tidak suka hoaks". Jadi sentimen netizen ketika membahas hoaks cukup besar. Artinya, masyarakat sendiri juga tidak suka hoaks.
Peta penyebaran hoaks di Indonesia seperti apa?
Jadi kita pernah membuat riset sepanjang Pilpres, hoaks yang paling ramai seperti apa. Lanjut top hot issue di Indonesia. Nah, ini saya cuma bercerita betapa media sosial berjalan dengan sangat cepat ... Jadi ini adalah isu hoaks yang paling banyak dibicarakan di media sosial Twitter di Indonesia: tertinggi Ratna Sarumpaet (sebanyak) 327.001.
PKI masih banyak dibicarakan juga, ya?
Baca Juga: Henri Subiakto: Kalau Indonesia Otoriter, Mungkin Bisa Bebas Hoaks
Ada isu hoaks yang sifatnya momentum, jadi hanya saat-saat tertentu. Seperti (soal) 7 kontainer (surat suara tercoblos), sekali (muncul) tapi pembicaraannya besar. Kemudian #savepulpen juga besar. Tapi ada beberapa isu hoaks yang dia bertahan setiap bulan, di antaranya memang (soal) PKI dan TKA. Kalau PKI rata-rata pembicaraan itu mencapai 100.000, kemudian kalau (soal) TKA ada 25.000 dalam satu bulan.
Apakah memang terstruktur, ada yang mengeluarkan rutin setiap bulan? Kok bisa kemudian sampai dipetakan seperti itu?
Memang kita sebenarnya hanya menghitung di antara sekian banyak isu hoaks itu, isu hoaks mana sih yang mendapatkan reaksi netizen paling banyak. Jadi sebenarnya, misal, kasus tiga emak beberapa waktu lalu, ternyata di media sosial itu mereka nggak banyak omong. Tapi, isu terkait dengan TKA dan PKI, itu adalah isu yang terus berlangsung hampir tiap bulan. Apakah itu terstruktur atau tidak terstruktur, memang kita melihat di dalam komposisi isu-isu yang terkait dengan PKI dan TKA, ada beberapa komposisi yang terdiri atas mereka yang berasal dari akun-akun mesin. Jadi bukan hanya akun manusia, tapi ada juga mesin.
Dan di sisi lain juga, isu-isu kalau dia dianggap seksi, dia akan terus berada di media sosial. Karena akan terus dibicarakan, kan akhirnya dia muncul, dan muncul, dan muncul (terus).
Data lainnya, apa lagi?
(Untuk) Data sebenarnya kita cukup banyak ya, terkait dengan isu hoaks lebih banyak ke sini. Tapi kita melihat sebenarnya kita ini sedang menuju pesta demokrasi. Pesta demokrasi, namanya pesta, jadi ternyata kaum milenial dan netizen di media sosial baik di Facebook maupun Twitter, (itu) mereka mengutarakan kegembiraan mereka. Jadi setiap bulan misalnya, percakapan yang ditujukan misalnya kepada paslon nomor 01 bisa mencapai 5 juta, paslon nomor 02 bisa mencapai 4 juta setiap bulan. Dan mereka itu rata-rata berasal dari 100 ribu akun, dan ini adalah kelompok milenial Facebook.