Jokowi Jilid II: Krisis Legitimasi atau Peluang Politik Progresif?

Senin, 08 Juli 2019 | 08:10 WIB
Jokowi Jilid II: Krisis Legitimasi atau Peluang Politik Progresif?
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Maksudnya, bisa jadi mereka melakukan kerusuhan itu dimanfaatkan oleh para petualang politik, atau atas dorongan mereka sendiri. Jadi ini dua hal yang berbeda. Dengan demikian, kerusuhan kemarin tidak bisa disebut sebagai people power.

People power itu akan terjadi kalau ada masalah dalam pemerintahan ini, ada krisis legitimasi seperti zaman Soeharto. Kedua, ada krisis ekonomi seperti era 1998.

People power itu adalah gelombang massa yang ingin mengubah rezim pemerintahan karena tidak lagi memenuhi harapan rakyat. Jadi pasca-Pilpres 2019 gerakan massa jauh kalau mau disebebut sebagai people power.

Kubu prabowo pada masa kampanye konsentrasi mengkritik bangunan ekonomi yang dibangun Jokowi, apakah ini tepat atau keliru?

Tidak keliru, memang seorang penantang harus mengkritik kebijakan-kebijkan fundamental dari petahana yang dia tantang. Ada sejumlah faktor yang bisa memengaruhi menang tidaknya petahana dalam pemilu. Salah satu yang sangat penting adalah faktor ekonomi.

Petahana itu biasanya selalu akan kampanye dengan klaim dia berhasil membangun ekonomi secara baik. Itu juga yang dilakukan Pak Jokowi. Nah, karena itu yang menjadi jantung pertahanan Pak Jokowi, maka wajar kalau penantangnya menyerang pada sisi itu, ada yang berhasil atau tidak.

Prabowo juga kerap memakai kosakata populistik dan kiri saat kampanye, bagaimana, benar atau keliru?

Itu juga jantung pertahanan Pak Jokowi. Petahana itu salah satu jantung pertahanannya adalah dia pembela wong cilik, orang yang berpihak pada rakyat kecil.

Karena itu, tim Prabowo juga mau menyerang itu, bahwa Jokowi sebetulnya bukanlah seperti yang digambarkan atau dicitrakan. Jadi ini strategi kampanye meruntuhkan narasi Jokowi adalah pembela rakyat kecil.

Baca Juga: Tiba di Soetta, Tangis Kerabat Pecah Kala Peti Jenazah Sutopo Diangkut

Pada saat yang sama, Pak Prabowo ingin mengatakan bahwa sesungguhnya dia lah pembela rakyat kecil itu. Maka dalam kampanyenya Prabowo banyak mengkritik kalangan elite dan sebagainya.

Soal kebebasan politik, pada era Jokowi – Maruf, apakah akan demokatis atau represif?

Seharusnya lebih demokratis, kecuali kalau Pak Jokowi itu orang yang otoriter. Tapi kalau dilihat selama ini kan beliau tidak berasal dari kalangan yang mungkin cenderung otoriter. Dalam keluarganya, Jokowi bisa dilihat sebagai sosok demokratis.

Pemerintahannya selama ini kan tidak menunjukkan gejala-gejala untuk memenjarakan lawan politik. Memang ada tuduhan kriminalisasi ulama segala macam, tapi kan itu bisa diperdebatkan, bisa dibantah.

Kepemimpinan yang demokratis itu bukan hanya bicara soal prosedur, misalnya mendengarkan semua orang segala macam. Tapi yang juga lebih penting, kepemimpinan demokratis itu adalah kepemimpinan responsif terhadap kebutuhan rakyat banyak.

Jokowi harus lebih banyak mendengarkan suara rakyat. Kalau suara rakyat bertentangan dengan suara partai, Jokowi harus berpihak kepada rakyat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI