Prof Adi Utarini: Berantas DBD Perlu Gerakan Luas dan Terus-menerus

Jum'at, 24 Januari 2020 | 06:05 WIB
Prof Adi Utarini: Berantas DBD Perlu Gerakan Luas dan Terus-menerus
Prof dr Adi Utarini MPH MSc PhD. [Suara.com / Uli Febriarni]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Apalagi ditambah sekarang ada gerakan 'satu rumah satu jumantik', supaya benar-benar bertanggungjawab mengurangi genangan air di rumah. Misalnya di bawah kulkas, kamar mandi, punya tanaman tebal dan cekung saja bisa jadi sarang. Karena telur [nyamuk] tidak butuh air banyak untuk berkembang. Jadi tempat berkembang biak itu cukup banyak, termasuk sumur. Itu yang sangat dibutuhkan masyarakat dari sisi partisipasi masyarakat.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) itu efektif mencegah DBD?

Sebetulnya bisa efektif, tapi tidak bisa misalnya RT-RW sini dan sini aktif [PSN], tetangganya enggak aktif. Tidak bisa begitu. Jadi memang perlu gerakan yang meluas dan itu terus-menerus. Mau musim kering ataupun hujan.

Nah, masalah sekarang itu bukan efektif atau tidak. Tapi sebagai satu-satunya strategi, masih perlu dilengkapi dengan banyak intervensi lain juga. Wolbachia ini kan pelengkap, untuk melengkapi apa yang sudah ada pada program [PSN].

Tidak bisa juga misalnya, "Oh, di sini sudah dilepas nyamuk wolbachia, jadi tidak usah PSN". Tidak bisa seperti itu. Karena nyamuk itu ada banyak. Saya selalu menekankan kalau menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, itu punya andil dan value jauh lebih tinggi daripada yang kami lakukan. Ini [WMP] adalah komplementer, pelengkap. Jadi mereka tidak bisa mengandalkan WMP. Yang primer itu tetap, mulai dari pola hidup, kebersihan lingkungan. Terlebih lagi, orang bisa kena dengue dari mana saja.

Apa harapan Anda terhadap program WMP, selain bisa diterapkan di fase yang lebih tinggi?

Sejak awal, kami ini bisa membantu pemerintah memberikan tools lain, dalam hal ini teknologi, supaya demam berdarah itu bisa turun. Karena trennya di Indonesia, makin lama makin tinggi, di beberapa negara juga begitu. Kita [Indonesia] nomor dua. Dan saya pikir kalau dari sisi masyarakat kadang-kadang juga tidak kurang yang dilakukan. Maka harus ada teknologi yang baru, itu niat awal sampai sekarang. Kalau ini efektif, setelah itu kami akan membuat model supaya program ini bisa dikerjakan oleh mitra-mitra yang lain. UGM kan tidak akan terus kemana-mana bawa ember. Sehingga baik mitra, Pemda atau masyarakat bisa mengerjakan itu di wilayahnya. Itu yang kami inginkan.

Artinya, kami membuat desain, lalu di masyarakat siapa yang bisa menaruh ember, apakah itu ibu-ibu, jumantik? Itu kami mengidentifikasi itu. Atau bahkan bekerja sama dengan penyedia ojek daring [menyebut merk salah satu penyedia layanan]? Mereka membawakan ember?

Kami ingin ada akses yang lebih mudah bagi masyarakat dalam program ini, peran perempuan sangat penting.

Bagaimana peran perempuan itu?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI