Astronom Tri L Astraatmadja: Perjalanan Antariksa Baru Sebatas Tepi Pantai

Senin, 12 Oktober 2020 | 20:17 WIB
Astronom Tri L Astraatmadja: Perjalanan Antariksa Baru Sebatas Tepi Pantai
Ilustrasi wawancara. Tri L Astraatmadja, astronom Indonesia di Amerika Serikat. [Foto: Dok. Carnegie / Olah gambar: Suara.com]

Rencananya akan selamanya tinggal di AS atau ada bayangan kelak kembali ke Indonesia?

Ya sejauh ini sepertinya kesempatan terbaik itu ada di Amerika atau di Eropa. Ya di luar Indonesia lah pada umumnya. Tapi kalo ada kesempatan di Indonesia ya mau aja balik.

Tapi sebenarnya hubungan dengan Indonesia masih bisa dibikin, misalnya kita memfasilitasi orang atau mahasiswa atau peneliti untuk datang ke sini untuk kolaborasi baik dengan dana pemerintah ataupun dengan dana pemerintah Amerika, membimbing mahasiswa secara jarak jauh dengan bantuan dosen di Indonesia, itu juga salah satu kemungkinan yang bisa dilakukan.

Menurut saya itu benefit memiliki ilmuwan kita di luar negeri yang bisa kita manfaatkan. Apakah pernah ada obrolan dengan teman-teman di Indonesia?

Setahu ada program visiting professor dari luar negeri. Maksudnya peneliti atau profesor luar negeri, peneliti Indonesia yang ada di luar negeri itu diundang. Itu program Menristek Dikti dengan dana pemerintah. Mereka diundang ke Indonesia dengan biaya pemerintah untuk menceritakan kira-kira kerjasama apa yang bisa dibangun dengan perguruan-perguruan tinggi atau lembaga penelitian di Indonesia. Nah setahuku itu ada program pemerintah seperti itu tapi gak tahu giman...

Salah satu peserta visiting professor itu Dwi Hartanto [dikenal dengan skandal Dwi Hartanto, Oktober 2017] yang ketahuan mengaku-ngaku sebagai ahli roket. Kasusnya sempat besar 2-3 tahun lalu. Dia ikut dalam program itu. Jadi bisa dibayangkan kalo ada orang kayak begitu, seperti itu bisa masuk ya seperti apa pemeriksaan latar belakangnya.

Tapi program seperti itu ada dan kita sebenarnya juga punya ikatan dengan perguruan tinggi kan. Sebagai alumni ITB, aku bisa kontak dosen-dosen di sana.

Artinya kan Tri bisa beperan sebagai contact person, membuka akses.

Iya, bisa.

Baca Juga: Kepala LAPAN: Kiamat Bisa Terjadi di Bumi Jika Satelit Terganggu

Pertanyaan terakhir: menurut Tri mengapa orang-orang Indonesia nampaknya kurang tertarik menggeluti bidang STEM [science, technology, engineering, and math], terutama di kalangan anak-anak milenial?

Ya, atau pengen jadi youtuber.

Aku pikir masalahnya adalah dari cara bagaimana kita memperkenalkan science sejak usia dini. Dan memperkenalkan di sekolah dimana science hanya dipandang sebagai tumpukan fakta dan rumus-rumus, bukan seuatu yang bisa dipakai untuk menjelajah alam kita atau mengapresiasi fenomena alam yang ada dan untuk coba mencari tahu. Jadi akhirnya science hanya dilihat sebagai sebuah kitab, kumpulan kitab yang isinya dalil-dalil, kita aja bahkan menyebut dalil kadang-kadang, jadi hukum Newton begini begini..jadi cara pandang kita tuh justru menjadi lebih sempit karena belajar science. Itu karena kita menganggap itu sebagai sesuatu yang saklek.

Bisa juga karena sistem pembelajaran science yang kurang menarik ya?

Aku pikir perspektifknya itu musti diubah. Jadi bagaimana kita lbih pada cara kita memperkenalkan science.

Kalau science dengan agama, apa bisa juga jadi faktor yang memengaruhi?

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI