dr Muhamad Fajri Adda'i: Adaptasi Pola Hidup, Kunci Hadapi Pandemi Ini

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Senin, 09 November 2020 | 15:31 WIB
dr Muhamad Fajri Adda'i: Adaptasi Pola Hidup, Kunci Hadapi Pandemi Ini
Ilustrasi wawancara. dr Muhamad Fajri Adda'i. [Foto: Dok. pribadi / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Jadi pertanyaannya, balik lagi tracing dan isolasi itu dulu. Rumah sakit belakangan, Wisma Atlet belakangan, ruang ICU belakangan, jangan malah duluan nanti kewalahan. Memang Jakarta sudah menunjukkan ya, data minggu lalu sudah jauh berkurang; sebelumnya 70-80 persen sekarang tinggal 60 persen.

Jadi memang pencegahan primer ini musti kita tekankan lagi. Harus kita tekankan. Lagi-lagi keseriusan antara kebijakan nasional dan seluruh Pemda, mana kebijakan strategis yang menunjukkan keseriusan.

Kalau kita dengar tadi dokter bilang soal tracing, bahwa harus dilakukan di awal. Seperti apa penerapan idealnya?

Kalau orang dengan kontak erat itu dua hari setelah muncul gejala sudah harus diperiksa. Jadi misal kita punya teman dekat, dia sakit, 2-3 hari setelahnya (atau) maksimal seminggulah, itu kita juga harus diperiksa.

Kalau misalnya di daerah harus bayar periksanya, ya udah, kalau kita tidak bergejala, kita bisa isolasi mandiri sendiri di rumah. Jadi yang penting masih dipantau gitu gejalanya.

dr Muhamad Fajri Adda'i dalam sebuah unggahan video membahas status pasien Covid-19. [Instagram / Dok. pribadi]
dr Muhamad Fajri Adda'i dalam sebuah unggahan video membahas status pasien Covid-19. [Instagram / Dok. pribadi]

Yang kedua, gejala Covid-19 ini beragam. Jadi nggak jelas, ada penciuman gak terasa, hidung tak terasa, mencret, diare, dan lain-lain. Pas berobat dikira penyakit lain, ternyata dia Covid. Ini juga yang bikin nakes outbreak besar, di mana-mana bahkan.

Dan memang dia menyerang saraf, jadi tidak khas. Ada yang cuma lemes doang, ada yang maag, ada yang pegel-pegel doang, ada yg kaya campak dan cacar, bahkan ada yg hilang pendengaran doang.

Kemarin jurnal juga bilang, jangan-jangan Covid bisa jadi penyakit endemik. Berarti belum tahu kan selesainya bakal kapan.

Bagaimana cara pencegahan Covid-19 yang tepat? (Apalagi) Kampanye 3M sudah masif dilakukan, tapi angka kasus masih terus bertambah.

Karena memang susah, banyak faktornya. Misalnya di kantor deh, di Jakarta. Misal ada ruangan tertutup, orang banyak beraktivitas, kita sudah pakai masker, tapi udaranya re-sirkulasi. Nah, itu kan tetap bisa menyebabkan penularan.

Baca Juga: Vaksinasi Corona Diprioritaskan untuk Garda Terdepan

Yang kedua, makan. Itu yang paling mudah banget. Jadi sekarang coba deh, yang menonton video ini misalnya 10 ribu orang refleksi diri, apakah pernah makan bareng? Pasti pernah. Antara di kantor, (di) tempat kerja, makan bareng. Itu banyak banget sampai sekarang.

Bukannya apa-apa ya. Mungkin kita merasa aman karena itu kolega kita, saudara kita, atau siapa pun itu. Tapi itu salah satu proses penularan, karena kan kita nggak tahu apakah dia nggak bergejala?

Jangan-jangan bahkan bukan nggak bergejala, tapi belum bergejala. Ini susah juga nih membedakannya, pasien Covid yang tidak bergejala sama belum bergejala, 2 hari lagi 3 hari lagi baru timbul, padahal dia bisa menularkan. Itu yang susah.

Vaksin Covid-19 disebut siap digunakan pada tahun 2021. Nah, dari segi kedokteran, bagaimana menyikapi kabar seputar vaksin ini?

First of all, belum ada vaksin yang sudah lolos diuji sampai detik ini. Kedua, pengembangan vaksin pada umumnya memakan waktu 15 sampai 20 tahun. Sekarang saat ini sangat cepat sekali, mungkin karena perkembangan teknologi ditambah kebutuhan yang mendesak, jadi bisa setengah tahun.

Ketiga, ada vaksin yang diberikan izin oleh negara-negara tertentu, tapi statusnya emergency use of authorization. Karena belum terbukti, baru dua bulan kan. Efek sampingnya gak terlalu banyak, efektivitasnya lumayan gitu. Tapi memang belum ada. Jadi kita belum bisa memastikan lebih lanjut, karena kita butuh data.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI