Nova Riyanti Yusuf: Pandemic Fatigue Bisa Jadi Hal Serius, Kuncinya di Kita

Selasa, 09 Februari 2021 | 19:42 WIB
Nova Riyanti Yusuf: Pandemic Fatigue Bisa Jadi Hal Serius, Kuncinya di Kita
Ilustrasi wawancara. Praktisi dan ahli kesehatan mental Dr. Nova Riyanti Yusuf. [Foto: Dok. pribadi / Olah gambar: Suara.com]

Apa saja sih kontributor burnout dan kelelahan kerja selama pandemi Covid-19?

Pertama itu bahaya secara pekerjaan, misal seperti wartawan yang harus memburu berita. Itu salah satu yang menjadi kontributor. Kemudian respons skala nasional dan lokal itu juga berkontribusi. Proses yang tidak efisien, dan tentunya ketidakstabilan keuangan.

Kemudian individu bisa jatuh pada kondisi kurang berusaha dalam menghadapi stresor, bahkan menyerah atau menghentikan usaha untuk mencapai tujuan karena terganggu oleh stresor. Mereka jadi lebih banyak melamun, berkhayal, tidur, (atau) terpaku menonton TV untuk melarikan diri dari masalah.

Perubahan kebijakan negara yang selalu berubah itu mempengaruhi berarti ya?

Jadi aku bisa memahami perubahan yang terjadi ini. Cuma ya, memang sebaiknya jangan terlalu berbenturan antara pusat dan daerah, karena kasihan warganya, terutama perusahaan yang ada di daerah itu.

Itu memang harus ada, dan kitanya juga harus memberikan kesempatan ke pemerintah pusat dan daerah, karena ini kondisi yang tidak pernah dialami sebelumnya. Jadi kebijakan yang dilakukan itu masih trial and error. Jadi (mestinya) lebih bisa menerima, bahwa semua sedang tergagap menghadapi ini.

Di negara lain yang mulai terkendali, mulai ini lagi. Artinya bukan cuma Indonesia saja, tapi seluruh dunia lagi dalam kondisi ini. Daripada fokus ke sana, kita fokus ke diri sendiri saja, seperti menjaga kesehatan.

Dari segi gender itu juga tadi, ada pengaruh ke pandemic fatigue?

Kalau dari penelitian secara emosi, perempuan itu (lebih berpengaruh). Kalau penelitianku, remaja itu perempuan tiga kali lebih tinggi dari laki-laki. Misalnya dari hormonal, kelompok usia berapa misalnya, ada imbalance di situ. Ada hormonal imbalance. Kita harus melihat dalam kondisi apa. Kalau lagi remaja memang lagi fasenya juga. Jadi liat kelompok usianya, dan ada peran hormon-hormon yang lebih jelas pada perempuan daripada laki-laki.

Baca Juga: Deasy Nurmalasari: UMKM Tetap Bisa Raup Untung dengan "Go Digital"

Mungkinkah ini menjadi hal yang serius?

Iya, pasti, kalau stresnya berkepanjangan. Misal satu hormon saja itu dampaknya ke banyak hal, bisa ada gangguan ke sarafnya dan ada ansietas ke jantung. Jadi tidak sehat dan darah tinggi meningkat, (itu) kondisi fisik yang bisa terjadi akibat stres yang tidak diatur dengan baik. Karena stres itu akan mempengaruhi hormon. Belum lain-lain yang terpengaruh dengan stres, dan jika tidak ditangani akan berdampak ke fisik. Bayangkan kalau tidak bisa tidur terus-menerus. Harusnya tubuh mengalami proses (pemulihan) dan itu tidak terjadi, atau tidurnya kurang.

Bagaimana menghadapi masalah ini?

Mengapa menghadapi masalah penting, karena bukan hanya membuat kita lebih kuat, tapi juga membuat orang sekitar dan komunitas jadi lebih kuat.

Ada beberapa hal. Fisik kita harus sehat juga, kemudian diet yang sehat, mental health, melindungi diri sendiri dari sakit, dan jangan sampai kita tidak memeriksakan penyakit lain. Vaksinasi menjadi alternatif.

Kemudian aktif, bisa (lewat) online exercise dancing, jumping rope, (juga latihan untuk) muscle strength dan balance strength.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI