Suara.com - Pandemi Covid-19 yang menghantam Indonesia lebih dari setahun belakangan memunculkan berbagai kisah inspiratif dari tengah masyarakat yang berusaha menghadapinya. Salah satu inisiatif menarik itu muncul dari kawasan desa di Jawa Tengah dengan jargon "Jogo Tonggo".
Ini adalah sebuah pengalaman yang dibagikan dari Desa Karangnangka, di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas. Sebuah inisiatif yang bakal dijadikan percontohan penanganan pandemi Covid-19 khususnya di wilayah Kabupaten Banyumas. Hal itu lantaran desa tersebut memiliki sistem tanggap bencana yang dinilai bekerja dengan efektif.
Untuk mengulas inisiatif desa tersebut melawan ganasnya pandemi akibat virus corona, Suara.com beberapa hari yang lalu menggelar sebuah diskusi online. Dalam talkshow bertajuk "Dari Desa Melawan Pandemi Global Covid-19: Pengalaman Jogo Tonggo" tersebut, hadir Wasis Setya Wardhana, koordinator tim relawan Lawan Covid-19 Desa Karangnangka.
Berikut ini kutipan perbincangan bersama Wasis dalam forum digital tersebut yang ditulis ulang dalam bentuk wawancara tanya-jawab:
Bagaimana awalnya sistem pemanfaatan dasawisma untuk pencegahan Covid-19 dalam kaitan program "Jaga Tetangga, Jaga Keluarga" ini berlangsung di masyarakat Desa Karangnangka?
Kita sudah jalan dari 2020 awal, (bulan) Februari kalau tidak salah. Tempat saya itu di Jawa Tengah, kalau dari Jakarta naik kereta 5 jam. Waktu (itu) warga kami di desa saya itu, melihat Covid-19 (sebagai) sesuatu yang ada di kota. Rasanya jauh dari tempat kami, karena kami lihatnya dari televisi dan media yang lainnya.
Cuma, hal itu jadi berubah ketika bulan Maret ada jenazah (yang) meninggalnya karena Covid-19. Meninggalnya di Jakarta, tapi karena beliau, almarhum, asli desa kami, sehingga keluarga menginginkan dikebumikan di desa kami.
Secara tidak langsung (kemudian) di desa kami berpikiran, "Waduh, Covid-19-nya datang." Kan seperti itu. Ya, pasti kondisi waktu itu, bayangkan, kami yang cuma warga di desa, tidak memiliki background di bidang kesehatan. Sedangkan Covid-19 adalah sesuatu yang baru. Bahkan teman-teman di Puskesmas pada waktu itu tidak tahu ini penanganannya akan seperti apa.
Nah, akhirnya dari situ, kita tidak bisa kalau dibiarkan saja. Karena nanti dampaknya gak cuma masalah ngomongin Covid-19 saja, tapi ke sosial juga dan lain-lain. Tatanan hidup yang sudah nyaman di desa ini pasti ada kontraksinya. Nah, akhirnya kami coba menggagas, membuat ini. Program ini sebelum Jogo Tonggo (Jaga Tetangga) sesebetulnya.
Jadi bisa dikatakan, sistem ini sudah terbangun sebelum program Jogo Tonggo digalakkan di Jawa Tengah?
Entah Pak Ganjar pakai Jogo Tonggo (dari desa) ini, atau memang (karena) kita kebetulan satu frekuensi tanpa ketemu. Dahulu kita namanya "Jaga Tetangga, Jaga Keluarga" atau disingkat "Jateng Jaga". Karena aktivitas yang dilakukan intinya itu, menjaga keluarga kita dengan cara saling menjaga di lingkungan tetangga. Timnya tim relawan.
Kenapa tim relawan, bukan tim Jaga Tetangga?
Karena dahulunya (ketika) kita di desa sudah punya program, pas mau jalan butuh dukungan pendanaan, dan kita tidak tahu regulasi yang mendasari agar kami bisa menggunakan pendanaan dari dana desa itu bagaimana? Karena regulasi waktu itu masih sedikit.
Kalau kita bicara (tahun) 2020, waktu awal-awal Covid-19, kami sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Kementerian Desa. Karena pada waktu itu akhirnya kami nemu SE Nomor 8 (yang) kemudian berubah jadi SE Nomor 11. Di situlah kemudian kita ketemu ada ruang bahwa, "Wah, program kita bisa jalan nih." Karena ada restu melalui SE ini untuk dapat pendanaan dari APBDes.
Dengan dasar itu, akhirnya ada keberanian dari teman-teman di sana?