Ya, itu, bapak itu based-nya liberation, membebaskan. Bahwa tiap orang berhak menjadi dirinya sendiri sesuai identitasnya, tiap orang punya haknya dan kewajibannya. Dah, itu aja. Terus gua yang sok-sokan menuntut kamu misalnya, untuk tak berambut panjang, ga bisa gitu.
Eh, tapi ini cuma mau ngingetin, dulu Indonesia pernah punya episode orang berambut gondrong hingga tatoan itu bisa mati ngga dibolehin sama negara. Kenapa? Itu artinya bahwa kebebasan hari ini itu diperjuangin, jangan disia-siain. Hari ini Mas bisa gondrong, itu nggak segampang itu perjuangannya. Atau sesimpel (soal) pakai jilbab. Dulu di tahun 80-an, 90-an, itu pakai jilbab itu bentuk perlawanan, karena dulu ga boleh. Jadi kalau hari ini orang bebas pakai jilbab, atau bahkan menghakimi orang yang ga pake... ehm... curhat, hahaha... nah, itu ada perjuangan banyak orang di situ. Jadi jangan disia-siain. Jadi jangan diganti pada yang nggak pro pada pembebasan itu.
Hari ini teman-teman gen Z nonton Bumi Manusia, terus sambil lihatin Iqbal. Enak lah. Dulu aku baca bukunya Pram itu ngga boleh, harus diem-diem. Aku pernah ketahuan di sekolah. "Mana bukunya?" ditanyain guru. Aku umpetin, aku kasih buku catatan matematika. Tapi guru itu ga percaya, terus guru itu ngomong ke guru Bahasa Indonesia, terus dia panggil aku, ditanya aku baca apaan. "Baca Bumi Manusia-nya Pram." Terus aku dibelain. Jadi kalau hari ini orang bisa merasakan kebebasan, itu tidak tiba-tiba muncul, tapi ada perjuangan di dalamnya.
Kalau sekarang, pandangan Mbak Inaya sendiri, generasi sekarang merespon perubahan kebebasan berekspresi sudah cukup baik gak sih?
Jadi gini. Bahwa kita punya harapan banyak, iya, apalagi yang di Jogja, teman-teman lewat "Gejayan Memanggil", itu kan generasi Z, bukan generasi saya. Persoalan bangsa bodo amat, mikirnya, "Aku belum punya rumah." Sementara yang bergerak teman-teman generasi Z, luar biasalah.
Yang simpel aja nih, UU Cilaka nih, bagaimana yang turun itu adek-adek generasi Z dengan segala keunikan yang mereka miliki. Dan kemudian siapa yang naikin jadi trending topic? Kalau temen-temen generasi atas ga tau, itu para fansnya BTS.
Sebenarnya kita punya harapan banyak. Misalnya, hari ini pelaku kekerasan seksual di-call out, meskipun misal ada cancel culture itu kebablasan. Saya sangat percaya, hari ini akhirnya RUU TPKS gol. Jadi UU itu berkat anak muda yang ngga berhenti memperjuangkan setelah 10 tahun.
Kalau dibilang ga ada harapan, engga lah. Masih banyak harapan buat anak muda. Kalau kita ga punya harapan buat anak mudanya, waah... meng-sedih berjamaah lah. Aku tuh percaya itu, sesuatu yang organik akan ada, selalu ada suara anak muda yang membawa perubahan.
Mbak Inaya dibentuk oleh Gus Dur dengan lingkungan yang beragam. Sosok Mbak Inaya ini ingin dibawa seperti apa sih?
Baca Juga: Podcast Hamburger Bareng Inaya Wahid: Ghibahin Perhatian Negara untuk Atlet Disabilitas
Buat aku, selalu jadi tantangan untuk menjadi otentik. Meskipun orang itu akan selalu bilang, "Perasaan, dia yang kelakuannya paling nggak tertata, nggak terjaga. Lu ga ada jaim-jaimnya. Trus lu mau bilang lu ga otentik, itu nggak masuk akal." Padahal, jujur, aku ngerasa emang ga otentik. Ada yang harus dijaga; nama baik keluarga, (sebagai) cicit pendiri NU, putri Presiden ke-4 RI, kaya gitu-gitu. Tetep ada tuntutan seperti itu, harus baik-baik sama orang.
Nih aku sedang berusaha untuk menjadi otentik. Tapi ya, sulit juga. Jadi kalau mau ditanya seperti apa, ya, seotentik mungkin. Gus Dur itu kan otentik, tapi sulit banget. Liat aja, dia di-kick out dari Istana karena salah satunya dia menjadi otentik, (sosok yang) nggak kompromi.
Bapak itu humoris banget ya?
Aku tuh ngerasa, kalau manusia itu sense of wisdom-nya itu tinggi, akan lebih banyak liat hidup itu. Ngapain sih serius-serius amat, ntar juga mati. Itu motto aku tahun lalu. Hidup ngga seserius itu, karena kita ngga akan keluar hidup-hidup.
Tapi Mbak Inaya ini lucunya diwarisi dari Gus Dur ya?
Ya, aku rasa ini penanda bahwa aku ini benar anaknya Gus Dur ya... ga ketuker sama presiden lain. Hahahaha.