Jadi, biasanya kita tuh kalau melihat ranking jangan hanya melihat ingin sampai ke angka berapa, tetapi mari kita cari indikator utamanya apa. Nah dulu waktu saya jadi Wakil Rektor, saya sempat main ke kantor pemeringkatan yang ada di Singapura. Saya sempat ke sana melihat bagaimana caranya, terus bagaimana Universitas lain juga survive di bidang itu, lalu apa sih untungnya untuk mengejar pemeringkatan itu, apakah hanya sekedar branding ataukah ada feedback yang lain? Ternyata ada manfaatnya yakni terbuka berbagai kesempatan untuk bekerja sama.

Biasanya kita melihat brand equity dari calon universitas yang bekerja sama tersebut, jadi kalau kita misalnya ada di level tertentu itu peluang kerja sama juga meningkat, dan itu juga relevan dengan peningkatan yang ada di nasional.
Jadi pencapaian ranking tersebut juga akan berdampak terhadap dukungan pembiayaan bagi performa universitas. Contoh kalau misalkan kita ini bisa menunjukkan performa yang baik di pemeringkatan itu ada dana khusus untuk internasionalisasi misalnya nah tinggal kita bagaimana membuat strateginya mencari indikator-indikator yang impactful sehingga nanti yang kita lakukan betul betul terarah strategis dan tepat sasaran.
Di samping ada indikator itu juga pastinya, ibu kan jadi calon orang nomor satu di Jatinangor, pasti ada catatan-catatan pembenahan dari kepemimpinan sebelumnya. Itu sudah ada daftar yang Prof rancang gitu?
Iya, jadi ada pepatah yang mengatakan bahwa setiap waktu ada orangnya, setiap orang ada waktunya. Nah, gitu ya, betul. Jadi setiap lini masa pimpinan itu memberikan yang terbaik pada waktunya. Namun begitu kita masuk ke lini masa yang lain, tantangan kan berbeda. Mungkin zaman dulu enggak ada tantangan World Class, sekarang ada tantangan World Class.
Terus kemudian, tantangan World Class itu dijadikan sebagai indikator untuk dukungan pendanaan, misalkan dari Kementerian. Sehingga bukan namanya pembenahan, tetapi adaptasi terhadap tantangan yang ada. Jadi, apa yang dilakukan oleh para Rektor terdahulu, itu sudah memberikan yang terbaik pada masanya. Namun dengan berbagai tantangan yang ada, kita mengadaptasikan, kita merespon positif terhadap tantangan yang ada. Nah, sekarang diharapkan apa, meneruskan dari yang sudah dilakukan oleh Bu rektorina untuk bisa sampai ke 500 sekarang. Alhamdulillah nih, sudah naik 200 poin di 600.
Nah, gimana cara naik-naik ke 500 ini, memang ada beberapa strategi-strategi yang sudah dilakukan. Di antaranya adalah bagaimana kita memappingkan potensi yang ada di Unpad yang kiranya bisa mempunyai daya ungkit yang kuat untuk memenuhi indikator-indikator yang tadi yang strategis tadi, karena kalau melihat ya, beberapa universitas yang saya pelajari, ada beberapa 1, 2, 3 universitas di Indonesia yang posisinya di kasih pemeringkatan.
Dan kita juga melihat bahwa dengan SDM UNPAD saat ini yang ada, saya optimis gitu karena SDM yang saat ini ada juga, dia mempunyai layer dari kualitas SDM yang baik, gitu. Jadi kami sudah tidak menerima lagi S2, penerimaan dosen sekarang lu sudah S3 dengan performa publikasi, gitu ya.
Ketat sekali ya, bu.
Sekarang jadi dosen itu kualifikasinya lumayan loh ya, terus sudah gitu juga, tapi di UNPAD juga memberikan juga apa ya, privilege terhadap keunggulan tersebut. Jadi maksudnya dosen yang masuk ke Unpad, dia memang harus punya performa, tetapi Unpad juga memberikan juga kesejahteraan yang seimbang.
Nah, sekarang tinggal bagaimana kepiawaian pimpinan untuk menyediakan kesejahteraan tersebut. Kesejahteraan kan enggak selamanya dari uang ya, kesejahteraan tu, bagaimana kenyamanan dia bekerja? Bagaimana support sistem dia bisa mempunyai performa yang baik? Bagaimana juga dia mempunyai branding yang baik? Nah, branding setiap periset, ini yang kemudian akan kita kembangkan, gitu ya. Dan dengan kita mempunyai branding periset yang baik, masing-masing periset itu akan menjadi penunjang untuk brand equity UNPAD yang baik juga.
Jadi sebetulnya kalau melihat dari core bisnis UNPAD yang sudah lama gitu, kan itu sudah sekitar kita berdiri tahun 1957. Ya udah cukup matang dalam pengelolaan SDM, pengelolaan tata kelola. Tinggal bagaimana kita mengadaptasikan dengan tantangan yang memang dihadapi saat ini, gitu aja.
Kalau itu kan untuk secara kelembagaan ya, kalau untuk mahasiswa, tentunya calon pemimpin nomor satu ini pasti diperhatikan juga oleh mahasiswa. Apakah ada kebijakan-kebijakan yang nantinya akan pro mahasiswa?
Seperti yang saya sampaikan, tantangan dari pimpinan Universitas ke depan adalah bagaimana mereka bisa membuat "Survival mode" untuk kemandirian pendanaan. Jadi, katakanlah dana tuition ini tidak kita naikkan, tapi harus ada kemampuan untuk mencari penunjang subsidi dari dana yang lain. Sudah hampir sekitar dua periode tidak ada kenaikan UKT, dan inflasi sudah cukup tinggi.
Untuk mencapai keunggulan dan kesejahteraan, tentunya diperlukan pendanaan. Walaupun kesejahteraan tidak selalu terkait dengan uang, tetapi untuk mendukung sarana yang baik dan dukungan kesehatan yang baik, tetap harus ada sumber-sumber yang bisa digunakan. Dana tuition dari mahasiswa harus menjadi pilihan terakhir. Jadi, kalau kita memerlukan dana tambahan karena inflasi atau tuntutan performa, kita harus bisa mencari dana non-tuition.