Wawancara Khusus Calon Rektor UNPAD Prof Keri Lestari: Ungkap Cara Dongkrak Pendapatan Kampus Tanpa Kenaikan UKT

Sabtu, 15 Juni 2024 | 12:45 WIB
Wawancara Khusus Calon Rektor UNPAD Prof Keri Lestari: Ungkap Cara Dongkrak Pendapatan Kampus Tanpa Kenaikan UKT
Prof.Dr. Keri Lestari, Guru Besar Farmasi UNPAD. (Suara.com/Ramadhani Ari Nugroho)

Iya, tapi saya juga balikin lagi ke mahasiswanya. Artinya, kalau nanti fasilitas itu sudah diperbaiki, tolong dirawat. Contoh, merawat toilet aja kadang-kadang mahasiswa nggak mau. Sementara fasilitas itu kan buat mereka juga. Kalau bersih dan nyaman kan buat mereka juga. Misalnya ada yang suka duduk di meja sehingga mejanya jadi rusak.

Jadi kita kembalikan kepada kita semua sebagai keluarga besar dalam satu universitas. Oke, ini diperbaiki, tapi tolong dirawat. Atau misalnya yang belum sempat diperbaiki, ayo kita sama-sama cari alumni atau pihak lain untuk perbaikan bersama dengan dana dari alumni tersebut. Nanti kita kasih tahu bahwa lab ini direnovasi oleh siapa, kita kasih namanya di ruangan itu. Itu sudah dilakukan di beberapa universitas.

Setelah UKT, Prof, ngomongin soal riset. Selama ini urusan riset di Indonesia kan kepentok dengan dana. Kita punya ini itu, tapi kepentok sama dana nggak ada. Itu juga yang mengakibatkan ada pandangan bahwa riset Indonesia ini tertinggal dari negara-negara ASEAN. Bagaimana Prof menyikapinya?

Jadi gini, riset itu ada beberapa kategori ya. Satu, riset dasar. Riset dasar nggak boleh ditinggalin karena tidak ada riset hilir tanpa riset dasar. Kedua, ada riset hilir. Riset hilir juga ada dua basisnya: Technology Readiness Level (TRL) atau Demand Readiness Level (DRL).

Kalau TRL, kita sudah melakukan riset bertahun-tahun secara bertahap sampai pada tahap yang advance dan bisa digunakan oleh industri, berarti TRL-nya tinggi. Namun, biasanya tidak semua TRL ini diperlukan oleh industri. Menurut kita penting, menurut industri tidak marketable. Jadi tidak semua yang TRL-nya tinggi bisa digeser ke produksi di industri.

Ada lagi riset namanya DRL, artinya demandnya sudah kencang, pasarnya sudah ready. Ini yang paling enak karena marketnya ada, risetnya pasti didukung oleh industri yang punya market. Contoh, stevia. Demandnya tinggi karena mereka ingin gula yang aman alami dan tidak berisiko terhadap diabetes. Tapi ada masalah aftertaste yang tidak enak. Nah, gimana caranya kita meriset agar aftertaste itu hilang. Begitu aftertaste hilang, market sudah siap menyerap.

Tetapi semua jalur riset ini mesti difasilitasi oleh universitas. Karena kita adalah lembaga riset, jangan cuma memfasilitasi yang industrialisasi aja atau hilirisasi saja, karena tidak ada hilirisasi tanpa riset dasar. Jadi antara riset dasar dengan hilirisasi harus saling mengisi. Kalau dikatakan kita belum maju, dengan segala keterbatasan yang ada, pengalaman saya kalau riset menunggu fasilitas lengkap, itu mau kapan terjadi.

Itulah fungsinya kita punya mitra kerjasama. Kita bisa sharing resource, sharing alat. Kita bisa kirim yang akan diriset ke universitas yang sudah punya alat yang canggih. Kita sebut sebagai joint riset, atau hasilnya bisa dalam bentuk joint publication. Jadi sebetulnya kalau mau riset, riset aja. Jangan menunggu fasilitas lengkap.

Oke, pada pemerintah selanjutnya kan ada pemimpin baru, Pak Prabowo dan Mas Gibran. Keduanya sudah menyampaikan terkait visi misi mereka, khususnya di dunia pendidikan. Prof, sebagai orang akademisi, ada harapan nggak sih Prof pada mereka berdua untuk dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi?

Baca Juga: Deep Talk Guru Besar Farmasi Unpad Keri Lestari: Progress Sebagai Calon Rektor hingga Kenaikan UKT (Part 1)

Kalau saya lihat dari keduanya, ini adalah kombinasi generasi senior dan junior yang bisa saling melengkapi. Terkait dengan program-programnya, kita tunggu realisasinya seperti apa. Salah satunya kita dengar ada program memberikan makan gratis, susu gratis. Mungkin untuk kita di kota besar itu tidak terasa, tapi untuk mereka yang di pinggiran yang makan aja susah, itu meaning.

Sekarang bagaimana kita bantu tata kelolanya yang baik. Karena tentu mengatasnamakan anak dari populasi 270 juta di Indonesia, katakanlah 30% atau 40% yang mau dikasih, itu sekitar 100 juta lebih. Bagaimana kita membantu tata kelolanya agar yang diberikan betul-betul berkualitas dan bagaimana mensertifikasi tempat yang membuat makanannya agar higienitasnya terjaga. Sekali lagi memang ada resiko memberi makan banyak orang, seperti resiko higienitas. Itu sebetulnya, mungkin kita nanti bisa memberikan masukan supaya program ini bisa berjalan dengan baik.

Oke, dan ini pertanyaan terakhir Prof, karena kemarin di media sosial sempat ramai soal tidak ada nama Prof tapi menyinggung Prof, ada kode-kodenya lah ya. Prof ini disebut-sebut terlibat di kasus korupsinya Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Tapi sudah ditakedown di media sosial. Mumpung ada Prof, mungkin bisa memberikan klarifikasinya?

Prof. Keri: Ya saya juga nggak tahu dasarnya apa, tapi alhamdulillah terima kasih untuk Suara.com yang secara cepat juga melakukan klarifikasi. Jadi intinya begini, saya juga nggak ngerti tiba-tiba ada informasi seperti itu. Saya anggap itu sebagai dinamika. Kata orang, semakin tinggi kita berada, anginnya semakin kencang. Tapi yang disayangkan itu kan kalau kami sebagai akademisi, kami tidak bermain di profesi, kami bermainnya di karya. Jadi kalau ini dikaitkan dengan pemilihan Rektor, ya kita doakan saja yang melakukan hal tersebut diberikan hidayah. Jadi saya memberikan yang terbaik, jadi Rektor atau tidak, pengabdian tetap ada. Dan saya tidak mau menghalalkan segala cara untuk mengejar posisi itu. Mari kita berikan pengabdian yang terbaik, dan kita semua keluarga besar.

Apa yang disampaikan, kita jadikan saja sebagai penegur dosa buat saya dan keluarga. Jadi susah bicara, karena banyak hal yang harus saya jaga, termasuk Unpad dan keluarga saya. Jadi dengan adanya pemberitaan seperti kemarin, menjadi pertanyaan banyak orang. Yang mendasari juga saya nggak paham, yang diomongin juga saya nggak paham. Jadi intinya saya ingin berbuat untuk Unpad, saya mencintai negara ini, saya ingin berbuat untuk negara ini.

Apa yang saya lakukan bersama teman-teman adalah untuk mendukung para petani Indonesia. Alhamdulillah saat ini mangga Jawa Barat sudah bisa diterima di Jepang. Itu hasil riset kita, bekerja sama dengan Barantan. Risetnya mandiri, tidak mendapatkan dana apapun dari situ. Dan riset itu dilakukan tahun 2021-2022, dipublikasikan 2023, kita diplomasi 2024, turun surat dari MAF Jepang bahwa mangga dari Jawa Barat bisa diekspor sebagai produk pertama.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI