Perjalanan Karier Mentereng Mona Monika, Diawali dari Guru Preschool Hingga Kini Menjadi Bos PR di Bank Besar

Vania Rossa Suara.Com
Jum'at, 12 Juli 2024 | 07:15 WIB
Perjalanan Karier Mentereng Mona Monika, Diawali dari Guru Preschool Hingga Kini Menjadi Bos PR di Bank Besar
Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia, Mona Monika saat ditemui tim Suara.com di Jakarta, Kamis (27/6/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Jika ada orang yang tetap setiap dengan profesinya sejak awal bekerja hingga kini, maka Mona Monika adalah salah satunya. Tahun ini, tepat 25 tahun dirinya berkiprah sebagai public relation (PR). Dalam perjalanan kariernya itu, Mona telah mencicipi bekerja di berbagai perusahaan ternama, yang membuatnya kaya dengan pengalaman.

Saat ini, Mona menjabat sebagai Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia. Namun siapa sangka, menjadi seorang PR ternyata bukanlah cita-cita Mona. Ia mengaku, dulu cita-citanya adalah menjadi seorang diplomat.

"Aku kepingin ke luar negeri," katanya.

Tapi, sang ayah rupanya punya pertimbangan lain. Ia melihat kalau putri sulungnya itu punya bakat di bahasa, sehingga tiba-tiba saja tanpa bilang-bilang, sang ayah mendaftarkan Mona ke Sastra Inggris di Universitas Nasional.

"Aku dari dulu memang bahasa Inggrisnya sudah lancar. Aku dulu dari kecil memang sudah belajar bahasa Inggris dan Prancis, jadi ayahku lihat talent aku di language," kata Mona.

Kemampuan berbahasa asingnya itu kemudian menjadi modal Mona untuk terjun ke dunia public relation. Ditambah dengan pengaruh sang ayah yang dulu mengagumi sosok Resita Supit, PR pertama di Indonesia.

"Dulu tuh papa aku suka banget sama Resita Supit, dia PR-nya Abdul Latif dulu, PR pertama di Indonesia itu dia. Karena papaku tahu aku anak yang suka main, jadi dia bilang 'Kamu mendingan ke situ aja'. Aku he-eh he-eh aja," katanya.

Tak disangka, ternyata inilah yang kemudian membuka jalannya berkarier sebagai PR, hingga bertahan sampai 25 tahun.

Berikut adalah bincang-bincang Suara.com dengan Mona Monika di kantornya di sebuah gedung tinggi di kawasan Jakarta Pusat. Tak hanya perjalanan karier, Mona juga bercerita banyak mengenai cita-cita, harapan, dan ambisinya yang masih terus ia kejar hingga saat ini. 

Baca Juga: Sosok Prof. Budi Santoso, Dekan FK Unair Berprestasi Dipecat Buntut Penolakan Dokter Asing?

Bagaimana perjalanan karier Anda hingga akhirnya mencapai posisi sebagai Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia?

Waktu masih kuliah, aku pernah jadi guru. Gara gara bahasa Inggris juga, sih. Karena dulu High Scope baru buka di Indonesia. Mereka mencari guru preschool yang lancar bahasa Inggris. Aku coba ngelamar, dan dapat. Tapi, aku baru kerja 6 bulan, papaku menawarkan pekerjaan PR di Hotel Kristal, karena ada temannya yang kerja di situ dan mereka memang lagi butuh.

Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia, Mona Monika saat ditemui tim Suara.com di Jakarta, Kamis (27/6/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia, Mona Monika saat ditemui tim Suara.com di Jakarta, Kamis (27/6/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Waktu itu aku belum lulus, tapi teman papaku bisa masukin. Cuma, aku tetap harus interview dan tes. Nah kebetulan aku lolos terus, sampai interview ke GM. Dan I got the job. Tapi sumpah penasaran, karena aku tahu saat itu sainganku adalah orang dari psikologi UI yang sudah lulus, sama satu lagi dari mana aku lupa, tapi mereka semua bagus. Aku minder saat itu. Dan pas aku dapat pekerjaannya, aku nanya sama mereka, 'kenapa kamu terima saya?'

Lucunya mereka bilang, 'Because you work with kids, because in the end of the day we all are kids. Jadi kita butuh orang yang sabar, yang manage ini.' Benar, begitu masuk di manajemen, memang semua pada banyak maunya, mengedepankan egonya masing-masing. Jadi kalau enggak punya skill untuk me-manage, enggak punya skill kesabaran, emang enggak bisa. Jadi GM dan wakil GM-nya ini, dua-duanya orang bule, mungkin orang bule cara melihatnya berbeda ya, enggak lihat di atas kertas, mereka lihat kemampuan dan di luar dari kemampuan yang untuk role-nya gitu.

Aku kerja di situ, setahun aku diangkat jadi manager. Punya anak buah yang usianya lebih tua. Tapi nggak lama, karena kemudian aku dapat tawaran kerja di Grand Hyatt Bali. Kemudian aku pindah ke Bali. Tapi kemudian papaku sakit, mamaku nangis-nangis aja. Aku kan anak paling tua, ya, mungkin mamaku sedih nggak ada temannya untuk ngurus papaku. Ya sudah, aku tinggalin kerjaan ini.

Tapi begitu aku balik ke Jakarta, ada teman aku telepon, bilang dia mau keluar dari pekerjaannya di British Council, dan menawarkan pekerjaan itu ke aku. Ya sudah, aku kasih CV, interview sama bosnya, dan saya dapat pekerjaan itu. Dan pas aku kerja di British Council, berapa tahun tahun kemudian papa aku meninggal.

Di British Council aku 6 tahun, dan sangat menarik waktu aku kerja di sana. Aku banyak mengerjakan development work kan di sana. Dan tiba-tiba sekarang nih di DBS Foundation mendapat dana lebih besar dari bank untuk melakukan banyak development work, dan aku sudah tahu cara ngerjainnya. Jadi ini kayak grand design Tuhan. Kalau aku nggak kerja di British Council 6 tahun, aku enggak ngerti sekarang jalanin DBS Foundation ini.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI