Ya akhirnya masyarakat tidak salah, karena tidak transparan kemudian punya pemikiran-pemikiran bahwa ini seolah-olah hanya dikhususkan gitu ya. Ada udang di balik batu, ada hidden agenda yang kemudian didorong, jadi rakyat tidak salah. Maka dia mencari penjelasannya adalah datang kepada rumahnya, di mana sih rumah rakyat yang diwakili? kan di Senayan.
Makanya sebenarnya saya tadi senang ada anggota DPR datang gitu ya. Eee tadi malah ada yang dilempari, sebenarnya enggak perlu dilempar, dialog saja, dialog masyarakat menghormati, karena anggota dewannya datang dialog. Dan kalau bisa dijelaskan bagus, syukur-syukur kalau itu bisa diterima kemudian ada giring suara publik yang kemudian setuju atau tidak setuju dan orang akan berdebat di situ maka representasi anggota dewannya akan terwakili. Kalau enggak itu tadi mas, kita akan curiga bahwa ini ada kepentingan tertentu.
Undang-undang itu bisa diselesaikan dalam satu atau dua hari?
Enggak, saya lupa persisnya, tapi dulu pernah ada. Sebenarnya ketika undang-undang ini lebih banyak kepada kepentingan rakyat, pasti rakyat setuju.
Coba kita bikin undang-undang terkait dengan sekolah gratis itu. Kalau itu diselesaikan dalam satu jam jarak itu langsung tepuk tangan gitu, kira-kira begitu ya.
Maka kalau itu kepentingannya untuk rakyat banyak, pembahasan cepat pasti rakyat akan tepuk tangan. Tapi kalau kemudian tidak, ya bisa sebaliknya.
Kenapa ada anggapan orang yang melihat perbedaan mencolok di pilkada periode sekarang dibanding pilkada di periode sebelumnya?
Efek pilpres. Rasanya efek pilpres masih terasa sampai hari ini, dan kemudian pengelompokan kekuatan partai hari ini mulai terlihat, memang tidak sebanding satu berkelompok kuat sekali sementara yang lain ada di sana. Jadi pasti terjadi kekuatan yang jomplang. Itu fakta politik.
Dan proses sampai kemudian menggumpal kekuatan menjadi satu, masyarakat melihat. Ketika Pilpres siapa bergabung pasca pilpres siapa yang diajak atau siapa yang mau ikut.
Baca Juga: Ganjar Soroti Revisi UU Pilkada yang Cepat, Pertanyakan Motif Di Baliknya
Sementara di sisi yang lain ada yang tetap mempertahankan prinsipnya sehingga tidak mau bergabung. Konsekuensinya hasil pemilu legislatif yang akan menentukan Pilkada.
Maka pada saat itu yang terjadi, di daerah yang suaranya kecil dan tidak memenuhi syarat kami tidak akan bisa mencalonkan, contohnya partai saya PDI Perjuangan di DKI, selesai.
Hampir semua kawan-kawan media menanyakan, salah satunya ke saya, "gimana Mas Ganjar?" ya sudah kita tidak memenuhi syarat kok, kita mencari kerja sama dengan partai lain juga tidak mendapatkan kok. Apa yang terjadi? ya sudah PDI Perjuangan tidak mencalonkan, ya sudah biasa saja buat saya. Karena tidak ada kewajiban partai harus mendukung salah satu calon, tidak ada kewajiban untuk Pilkada, beda dengan Pilpres.
Nah tiba-tiba ada putusan MK maka kita bisa untuk mengajukan sendiri. Nah pada saat itu rasa-rasanya terjadi,apa, situasi yang berubah umpama mungkin, ada skenario yang ingin menciptakan satu kekuatan berkumpul dan sisi lain kotak kosong.
Dan di tempat lain juga ada. Apa di balik ini?, pasti ada rencana-rencana politik berikutnya. Rasa politik yang berkembang di masyarakat hari ini, cukup mudah dibaca oleh publik, rasa politik ini akan kemana sih?.
Kalau di satu daerah terjadi akumulasi kekuatan di daerah itu ada apa?. Adakah sumber daya yang harus dikuasai pada saat itu?.