Nah kalau ada orang sudah melawan kebenaran, berarti jahat. Sesuatu yang sudah melawan nalar dan logika, biasanya buruk. Jahat. Seniman ingin menyingkap kebenaran itu. Kami itu aslinya simpel kok. Nggak cuma aku, tapi juga teman-teman seniman lain, cuma ingin hidup damai. Nggak ada pihak yang merugikan dan dirugikan.
Berarti sekarang situasinya tidak damai?
Secara sosial ekonomi kan nggak. Sekarang banyak tagar #kaburdulu, lha itu gimana? Itu kan berarti takut (situasi sedang menakutkan). Orang kabur itu kan gara-gara nggak nyaman. Ada sesuatu yang salah.
Dalam kasus band Sukatani, gimana respons Gindring?
Aku kaget. Soalnya aku ada hubungan juga dengan Sukatani. Sebagai seniman dan musisi. Aku sedang bikin cover lagu terbarunya dia (Sukatani). Single mereka. Lha kok tahu-tahu dia posting itu. Ya terus aku WA cuma nggak ada tanggapan, mungkin lagi sibuk atau sedang tidak lihat sosmed. Tanggapanku soal kasus itu ya, separah itukah? Aku tanya ke mereka tapi belum dijawab WA-ku sampai sekarang.

Jadi punya hubungan dekat dengan Sukatani?
Dekat. Aku kan juga punya band (Slappy Ratz), pernah manggung bareng. Mereka lihat aku main terus senang. ‘Gaweke cover laguku sing sesuk, anyar’ (buatkan cover laguku yang baru besok).
Cover lagunya sudah jadi tinggal launching. Cuma lagu ini nggak menyinggung kekuasaan sih. Lebih ke fenomena unik di sekitar. Aku sukanya mereka itu karena kejujuran berkarya. Dari desa, (kalau manggung) suka membagikan sayur, sesuai dengan namanya Sukatani. Aku yang paling suka mereka karena karyanya jujur. Keren sih.
Gindring secara pribadi mengidentifikasi diri sebagai street art nggak sih?
Bebas orang mau menyebut aku apa. Yang penting aku suka berkarya aja. Mungkin beda dengan seniman jalanan lainnya, karya Gindring juga jadi bahan koleksi orang.
Baca Juga: Sukatani Akui Diintimidasi Polisi, Koalisi Masyarakat Sipil: Ini Tindak Pidana
Gimana memposisikan dua hal yang sekilas terkesan bertolak belakang itu?
Menurut aku street art dan seni kanvas itu soal sudut pandang saja. Hanya sebagai media. Kalau aku bosen di kanvas ya ke tembok. Kalau bosen di tembok ya balik lagi ke kanvas. Bahkan bisa ke skateboard. Aku menganggap itu semua cuma media. Bahkan kalau karyaku di tembok ditumpuki karya lain ya nggak apa. Fine saja. Misal sudah menggambar di tembok ya itu sudah milik publik. Yang penting aku sudah mendokumentasikan. Sudah difoto, disimpan, cukup. Setelahnya mau tumpuk, dicoret-coret luweh (terserah).
Gimana idealisme karya Gindring bisa diterima oleh mainstream?
Aku sebenarnya cuma menjadi diri sendiri. Membuat pasar sendiri itu juga sebenarnya tidak sengaja. Konsisten saja berkarya. Aku juga nggak tahu ternyata karyaku itu laku. Ada yang koleksi. Aku awalnya menggunakan seni sebagai media bicara karena aku nggak pinter nulis. Bersuara juga nggak dianggap. Makanya aku pakai mural buat mediaku bicara. Menyampaikan uneg-uneg. Sesimpel itu. Tak lakoni terus, ternyata didengarkan orang. Ya sudah aku lanjut terus sampai sekarang. Konsisten saja. Bahkan kalau kita konsisten, kita bikin pasar sendiri. Di musik juga begitu.
Musik noise itu siapa yang dengar?
Nyatanya ya ada. Jualan kaset record ada (yang beli). Mengadakan tur juga ada yang nampani (menonton). Apapun yang kita jual pasti ada yang beli. Wis aku yakin itu.