"Mau pulang kampung juga sudah tidak bisa sekarang. Lalu, Bansos juga tidak ada di sini," kata Yanto.
Di Jakarta, Yanto dan istrinya mengontrak rumah, sedangkan anaknya tinggal bersama kerabat di Jawa Timur.
Per bulan, pengeluaran Yanto termasuk Rp700 ribu untuk membayar sewa tempat tinggal, lebih dari Rp1 juta untuk biaya makan sehari-hari dan Rp1 juta untuk biaya makan dan sekolah anak di kampung.
"Sekitar Rp3 jutaan pengeluaran. Pendapatan waktu di travel Rp255 ribu per hari. Sekarang, diam saja di rumah. Mudah-mudahan cepat dapat bantuan, kami diperhatikan, disalurkan ke kontrakan-kontrakan seperti saya, karena banyak yang di-PHK di sini," ujarnya.
Insentif yang dibutuhkan perusahaan
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan terdapat beberapa keringanan yang diperlukan perusahaan transportasi darat angkutan orang agar mereka bisa bertahan. Keringanan itu di antaranya adalah:
1. Relaksasi pembayaran kewajiban pinjaman kepemilikan kendaraan kreditur anggota Organda
2. Kebijakan penundaan pemungutan pajak (PPh21, PPh 22 Impor, PPh pasal 25)
3. Pembebasan pembayaran PKB (pajak kendaraan bermotor) dan retribusi lain di daerah
Baca Juga: Nasib Pedagang Keliling Saat PSBB, Bawa Pulang Rp 20 Ribu untuk Keluarganya
4. Pembebasan iuran BPJS (Kesehatan dan Ketenagakerjaan)
5. Bantuan langsung kepada Karyawan dan Pengemudi perusahaan angkutan umum
6. Pembebasan pembayaran tol kepada angkutan umum plat kuning, dan
7. Pembebasan kewajiban pembayaran PNBP (penerimaan negara bukan pajak) pengurusan perijinan
"Kini pengusaha hidup dari tabungan. Perusahan otobus penumpang minta penundaan, bukan uang, dan bantuan sosial bagi karyawannya. Kalau kondisi sudah normal, saya yakin mereka akan bayar," kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno.
Sementara itu, menurut Djoko, bagi perusahaan yang bekerja sama dengan pemerintah melalui skema beli layanan angkutan massal (buy the service) tidak berdampak.