"Fakta ini menjadi catatan positif karena sesuai dengan prinsip "counter cyclical", artinya ketika perekonomian lesu, belanja pemerintah menjadi andalan untuk mendorong perekonomian," tutur dia.
Edy menyebut, hal seperti itu perlu terus dilakukan selama perekonomian belum sepenuhnya pulih. Di samping itu, kelompok menengah ke atas perlu terus didorong untuk meningkatkan konsumsinya.
"Selama ini mereka diduga banyak menempatkan uangnya sebagai tabungan. Pemerintah perlu mendukung dengan menegakkan aturan tentang protokol kesehatan/Covid. Karena kelompok menengah atas hanya akan mau keluar dan berbelanja (secara fisik) jika merasa aman," imbuh Edy.
Sampai saat ini kata Edy, pemerintah masih konsisten dengan penanganan dampak COVID-19 melalui berbagai aspek.
Pertama terkait kesehatan, yakni dengan mengendalikan penyebaran COVID, meningkatkan angka kesembuhan dan menekan angka kematian.
Kedua, perlindungan sosial dengan menjaga daya beli masyarakat dan ketiga, ekonomi dan keuangan dengan menjaga semaksimal mungkin agar dunia usaha tetap bisa bergerak.
Kata Edy, pada masa pandemi ini pertumbuhan ekonomi Indonesia juga lebih baik dibanding beberapa negara.
Berdasarkan data BPS, ada negara yang pertumbuhan ekonominya di kuartal III-2020 lebih baik daripada Indonesia, seperti Tiongkok (4,9 persen), Taiwan (3,3 persen), Vietnam (2,62 persen).
Korea dan Amerika Serikat juga sedikit lebih baik daripada Indonesia, meskipun pertumbuhannya pada kuartal III-2020 juga masih negatif (-1,3 persen untuk Korea dan -2,9 persen untuk Amerika).
Baca Juga: Waduh! BPS Catat Pertumbuhan Ekonomi Minus 3,49%, Indonesia Resmi Resesi
Kendati demikian, Edy menjelaskan, beberapa negara lain lebih buruk dibandingkan pertumbuhan Indonesia pada periode ini. Seperti Singapura (-7,0 persen) dan Meksiko (-8,58 persen).