Suara.com - Kondisi Afghanistan kini tidak baik-baik saja. Pasalnya, kini negara timur tengah itu dikuasai oleh Kelompok Taliban. Kelompok ini, sekarang telah menduduki Istana Presiden dan memimpin pemerintahan.
Adanya aksi itu sangat berpengaruh pada semua sektor, mulai dari sosial, politik, dan tak terkecuali sektor ekonomi.
Seperti dilansir BBC, ekonomi Afghanistan saat ini digambarkan sedang mengalami kerapuhan dan sangat bergantung pada bantuan. Gambaran ini juga sudah ditetapkan Bank Dunia sebelum Taliban kuasai negara.
Prospek ekonomi terlihat lebih genting, karena bantuan keuangan di masa mendatang juga tidak bisa dipastikan.
Padahal, Afghanistan memiliki sumber daya mineral yang cukup besar, tetapi situasi politik telah menghambat eksploitasi mereka.
Ketergantungan bantuan sangat mencolok. Pada tahun 2019, angka Bank Dunia menunjukkan bantuan pembangunan setara dengan 22 persen dari pendapatan nasional bruto.
Sekarang, aliran bantuan itu berada di jalur ketidakpastian yang mendalam. Bahkan, Menteri Luar Negeri Jerman Heike Maas mengatakan kepada penyiar ZDF pekan lalu, bahwa tidak memberi bantuan, setelah Afghanistan dikuasai Taliban.
"Kami tidak akan memberikan satu sen pun lagi jika Taliban mengambil alih negara dan memperkenalkan hukum Syariah," katanya.
Selain bantuan, investasi juga tak kunjung datang ke Afghanistan. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, tidak ada pengumuman dalam dua tahun terakhir tentang investasi
Baca Juga: Pemerintah RI Matangkan Rencana Evakuasi WNI dari Afghanistan
Bank Dunia juga menggambarkan sektor swasta Afghanistan berbisnis dalam lingkup sempit. Pekerjaan terkonsentrasi di pertanian dengan produktivitas rendah, 60% rumah tangga mendapatkan penghasilan dari pertanian.