Dengan keterangan tersebut, Syamsuddin menjelaskan passive income bisa diartikan boleh apabila berasal dari hal-hal yang diperbolehkan dalam agama Islam.
Sebagai contoh, pendapatan dan bonus atau passive income yang sah dalam fiqih Islam adalah bila diperoleh dari aktifitas usaha dan kerja produksi.
Pendapatan berupa upah dan bonus meniscayakan datangnya dari pihak penyuruh dan bukan dari pihak yang disuruh.
Selanjutnya, pendapatan yang berasal dari bagi hasil, meniscayakan adanya akad kerjasama permodalan (syirkah), sehingga untung rugi ditanggung bersama dan kerja bersama.
Bila yang bekerja adalah anggota tim, ditambah lagi beban dia harus memberikan upah atau bonus kepada pemimpin tim, baik dikemas dalam bentuk passive income atau bonus, maka pada dasarnya passive income itu adalah tindakan memakan harta orang lain secara batil, sehingga hukumnya haram.
Wallâhu a’lam bishshawâb.