Suara.com - Hampir seminggu ini di media sosial di goreng sedemikian rupa bahwa pemerintah dan Badan Anggaran DPR akan menghapus pelanggan listrik 450 VA. Bahkan serangan secara pribadi disasarkan kepada saya, sehingga pembelokan isunya sudah keluar dari aspek proporsionalitas. Menyikapi perkembangan yang ada, saya perlu menjernihkan agar rakyat mendapatkan informasi yang utuh.
Pada kebijakan yang sangat strategis, kita perlu peralihan energi dari berbasis minyak bumi menuju listrik. Kenapa hal itu perlu kita tempuh, sebab kita punya ketergantungan impor yang sangat besar terhadap minyak bumi. Kemampuan produksi minyak bumi kita hanya 614-650 ribu barel per hari, sementara kebutuhan kita mencapai 1,4-1,5 juta barel per hari.
Ketergantungan terhadap impor minyak bumi mengakibatkan kita terjebak dalam posisi sulit yang sering kita hadapi berulangkali, seperti kenaikan harga minyak bumi dan kurs kian memojokkan Indonesia dalam posisi sulit. APBN harus mengongkosi subsidi yang kian besar, sehingga postur APBN tidak sehat dan rentan. Bila ongkos tersebut dikurangi berakibat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, dan menimbulkan beban kepada rakyat.
Oleh sebab itu kita harus keluar dari jebakan minyak bumi. Kita saat ini memiliki produksi listrik di dalam negeri yang sangat besar, yang sanggup menopang kebutuhan energi kita. Inilah ihwal yang melatar belakangi agar kita segera beralih energi dari minyak bumi ke listrik.
Sebagian besar pembangkit listrik kita dipenuhi dari batubara. Pasokan batubara kita sangat besar, sehingga tidak bergantung terhadap suplai impor layaknya minyak bumi. Dampaknya kekuatan energi kita lebih mandiri, sambil secara perlahan kita melepaskan diri dari batubara dan mengganti pembangkit listrik kita menggunakan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Saat rapat antara Badan Anggaran DPR dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan sesungguhnya membicarakan agenda besar peralihan energi kita untuk menyehatkan APBN. Sayangnya yang digoreng di media sosial hanya penggalan kalimat saya terkait penghapusan daya listrik 450 VA untuk rumah tangga miskin.
Pemenggalan ini melepaskan narasi besar dan konteksnya sehingga menimbulkan opini sesat ditengah tengah rakyat. Sistematisnya pemelintiran perihal ini, ditambah serangan pribadi terhadap saya menunjukkan ada pihak pihak yang mengorganisir, dan tidak senang kita mandiri energi.
Perlu saya jernihkan kembali terkait agenda peralihan energi dari minyak bumi ke listrik:
Sebanyak 9,55 juta Rumah Tangga (RT) berdaya listrik 450 VA masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Kelompok rumah tangga ini masuk kategori kemiskinan parah, yang oleh BPS termasuk keluarga berpenghasilan kurang dari 1.9 USD per hari dengan kurs Purchasing Power Parity (PPP). Terhadap kelompok rumah tangga seperti ini tentu saja tidak mungkin kebutuhan listriknya kita naikkan dayanya ke 900 VA. Untuk makan saja susah dan kebutuhan listriknya rata rata hanya untuk penerangan dengan voltase rendah.
Baca Juga: PLN: Tidak Ada Penghapusan Pelanggan Daya 450 VA dan Kenaikan Tarif Listrik
Sebanyak 14,75 juta rumah tangga menggunakan daya listrik 450 VA tetapi tidak terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Terhadap pelanggan listrik kategori ini, Badan Anggaran DPR meminta PLN, BPS, Kemensos dan Pemda melakukan verifikasi faktual. Verifikasi itu untuk memastikan apakah mereka seharusnya masuk ke DTKS atau tidak.