Dari segi ekonomi saja, dia mengungkapkan bahwa potensi kerugian negara akibat perubahan iklim sangat luar biasa besar.
"Kerugian ekonomi akibat krisis iklim ini akan mencapai Rp112,2 triliun atau 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023 atau tahun depan," kata Sri Mulyani.
Untuk itu kata Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, dukungan semua pemangku kepentingan global sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim ini.
Dikatakan dirinya potensi ekonomi global bisa tergerus jika perubahan iklim ini tidak diatasi secara bersama-sama dan menyeluruh. Dan ini harus menjadi perhatian semua kalangan.
"Perubahan iklim dapat mempengaruhi ekonomi makro. Penelitian pada tahun 2021 memprediksi bahwa dunia akan kehilangan lebih dari 10 persen dari total nilai ekonominya, jika Kesepakatan Paris dan target nol emisi karbon 2050 tidak terpenuhi," katanya.
Dirinya menambahkan, ketika Indonesia berkomitmen untuk mengurangi CO2 untuk menghindari ancaman perubahan iklim maka Indonesia juga bekerja keras dengan cara yang kredibel untuk mewujudkan komitmen tersebut.
Upaya dan komitmen itu membutuhkan koordinasi dan kolaborasi yang erat bersama semua pemangku kepentingan, terlebih di tengah situasi geopolitik yang menantang seperti saat ini.
“Perubahan iklim tidak dapat hilang dengan sendirinya. Hanya dapat dihindari jika kita bekerja sama,” pungkasnya.
Baca Juga: B20 TF ESC Hasilkan Potensi Nilai Proyek Lebih dari 11,5 Miliar Dolar AS