Rupiah Tembus Rp 17.000 Bikin Harga Barang Naik hingga Utang Membengkak

Sabtu, 19 April 2025 | 12:09 WIB
Rupiah Tembus Rp 17.000 Bikin Harga Barang Naik hingga Utang Membengkak
Ilustrasi mengelola utang (Freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tarif yang diumumkan oleh Presiden Trump memukul perdagangan di seluruh dunia. Apalagi, kebijakan ini bukan sekadar kelanjutan pendekatan keras terhadap perdagangan global, melainkaneskalasi serius dalam ketegangan dagang internasional. 

Bagi Indonesia, pemberlakuan tarif tinggi ini tidak hanya mengancam sektor ekspor unggulan, tetapi juga bisa mengguncang stabilitas ekonomi makro.  Research Associate Professor CORE Indonesia, Sahara mengatakan tekanan terhadap rupiah terlihat jelas dalam pergerakan nilai tukar dalam sebulan terakhir.

"Pada 28 Maret 2025, nilai tukar rupiah berada di level Rp16.572,6 per dolar AS, sempat menguat tipis ke Rp16.560 pada 1 April, namun kemudian melemah tajam hingga menyentuh level Rp17.199,2 pada 7 April," kata Sahara dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (19/5/2025).

Menurut dia, fluktuasi signifikan ini mencerminkan tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global serta sentimen negatif terhadap prospek ekonomi negara berkembang. Salah satunya harga barang akan mengalami kenaikan. 

" Jika tren depresiasi rupiah terus berlanjut, tekanan inflasi dari sisi harga barang impor akan semakin tinggi," katanya. 

Menurut dia dalam skenario ini, Bank Indonesia berpotensi mengubah arah kebijakan dari semula pro-growth menjadi lebih fokus pada stabilisasi harga dan nilai tukar. Hal ini dilakukan agar ekonomi Indonesia tidak bergejolak. 

Meskipun kebijakan ini penting untuk menjaga kepercayaan pasar, langkah tersebut dapat memperlambat pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung, terutama di tengah upaya pemerintah mendorong investasi dan konsumsi. "Tekanan dari sisi fiskal pun tak terelakkan," imbuhnya. 

Menurutnya ekspor dan aktivitas manufaktur bisa berdampak langsung terhadap penerimaan negara daripajak ekspor, PPN, dan PPh badan. Sementara itu, depresiasi rupiah menyebabkan peningkatan beban pembayaran utang luar negeri pemerintah yang didenominasikan dalam dolar AS. 

Di sisi lain, tekanan inflasi dari barang impor mendorong kebutuhan untuk memperbesar alokasi belanja sosial dan subsidi guna menjaga daya beli masyarakat. 

Baca Juga: BNI Indonesias Horse Racing 2025 Sukses Kolaborasikan Hiburan dan Pariwisata

"Kondisi ini memaksa pemerintah melakukan realokasi anggaran atau bahkan memperluas defisit, sehingga ruang fiskal untuk mendanai program pembangunan dan pemulihan ekonomi jangka menengah menjadi semakin sempit", katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI