Ramai-ramai Pengusaha Resah Dengan Aturan Baru Soal Jual Rokok

Rabu, 23 April 2025 | 08:43 WIB
Ramai-ramai Pengusaha Resah Dengan Aturan Baru Soal Jual Rokok
Ilustrasi warung kelontong. (Pexels/Fancycrave.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi, juga khawatir target pertumbuhan ekonomi dari Presiden Prabowo Subianto tidak berhasil.

"Aturan perlu mempertimbangkan ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat, termasuk petani, buruh dan sebagainya. Kemudian jangan lupa dengan kontribusi Cukai Hasil Tembakau sekitar lebih dari Rp200 triliun per tahun," kata Benny.

Benny menambahkan bahwa Indonesia memiliki perbedaan dengan negara-negara lain karena memiliki kebun, industri, dan pemerintah yang masih memerlukan industri tembakau.

"Rp200 triliun bukan nilai yang sedikit. Jika industri tembakau dihilangkan begitu saja, ekonomi juga akan turun. Kita mau mengejar pertumbuhan 8%, bagaimana mungkin kita mencapai target tersebut? Khawatirnya, dengan aturan-aturan seperti ini, 50% dari target pertumbuhan ekonomi juga tidak akan tercapai jika industri tembakau dihilangkan pada saat ini," jelasnya.

Tertekannya industri tembakau sudah mulai terasa, target pertumbuhan ekonomi 8% dikhawatirkan tidak tercapai. Padahal Presiden Prabowo telah menggaungkan perlunya deregulasi agar target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai. Regulasi larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha.

"Ketentuannya dihilangkan akan lebih pasti. Masalah sekarang ini tidak ada kepastian hukum. Hukumnya ada tapi tidak bisa diterapkan. Judicial review adalah langkah tepat. Gaprindo mendukung rencana judicial review karena dampak langsung terasa kepada pedagang. Jika pedagang terganggu, industri juga akan terganggu," ujar Benny.

Sementara itu, Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, mengkritik PP 28/2024 yang mengadopsi kebijakan asing tanpa mempertimbangkan konteks lokal di Indonesia. Menurutnya, kebijakan ini dapat menghilangkan sejarah budaya lokal kretek di Indonesia.

"Dengan mengadopsi peraturan-peraturan global, sejarah keberadaan budaya lokal kretek terancam hilang dari negara kita," ujar Henry beberapa waktu lalu.

Kajian dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menunjukkan bahwa industri tembakau tengah tertekan dengan beberapa skenario yang digodok oleh Kementerian terkait, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan pemajangan iklan rokok pada media luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Jika ketiga skenario ini dijalankan, potensi dampaknya adalah 2,3 juta orang kehilangan pekerjaan, atau sekitar 1,6% dari total penduduk yang bekerja.

Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Laba Menyusut: Suara Hati Pengusaha Indonesia

Khusus untuk larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter, dampaknya akan dirasakan oleh 33,08% dari total ritel, atau sekitar 734.799 pekerja. Selain itu, pendapatan pemerintah, baik pusat maupun daerah, juga akan berkurang.

"Ritel-ritel di daerah ini kan bayar pajak dan retribusi. Ritel kecil dapat meraih keuntungan dari hasil penjualan rokok sebesar 30% dari keseluruhan keuntungan yang didapatkan oleh ritel tersebut. Jadi, jika kinerja ritel menurun, pajak dan retribusi yang diberikan kepada daerah juga pasti akan berkurang. Ini tentu akan menurunkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari daerah tersebut," sebut Kepala Center of Industry, Trade and Investment, INDEF, Andry Satrio Nugroho.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI