Ramai-ramai Pengusaha Resah Dengan Aturan Baru Soal Jual Rokok

Rabu, 23 April 2025 | 08:43 WIB
Ramai-ramai Pengusaha Resah Dengan Aturan Baru Soal Jual Rokok
Ilustrasi warung kelontong. (Pexels/Fancycrave.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Oleh karena itu, penerapan kebijakan jangan sampai membuat UMKM terhimpit bahkan mati, apalagi penerapannya sulit dan sosialisasi dari Kementerian terkait belum jelas.

”Kalau (aturan) itu memang diterapkan, tentunya akan berat ya, seperti koperasi-koperasi itu ada juga yang dekat dengan sarana pendidikan, termasuk ada yang di dalam lingkup pendidikan. Misalnya, seperti koperasi pondok pesantren, itu ada di dalam lingkungan pendidikan pondok pesantren. Kemudian, koperasi pasar, toko-toko yang sudah lama dan lebih dahulu ada sebelum adanya sarana pendidikan itu, kan juga menjadi tidak memungkinkan untuk terapkan." kata Anang.

Karena belum jelasnya edukasi dari regulasi ini, dunia usaha meminta agar larangan dan pembatasan penjualan rokok tersebut dikaji ulang. Ada kekhawatiran jika diterapkan tanpa persiapan matang justru membuat kegaduhan dan konflik di masyarakat.

"Di ranah paling bawah bisa timbul paksaan dan intimidasi, misalnya pedagang tidak boleh jualan, barangnya dirampas atau disegel. Apa tidak terjadi konflik dengan masyarakat? Bisa ada gesekan, apakah Kepolisian atau Satpol PP yang bertindak? Ini akan menambah permasalahan yang lebih berat," sebut Anang.

Senada dengan dunia usaha ritel, kalangan pabrikan rokok juga mengaku belum mendapat sosialisasi yang jelas dari aturan ini. Kekhawatiran utama jika kebijakan diterapkan di lapangan adalah pengurangan ratusan ribu bahkan jutaan tenaga kerja.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi, juga khawatir target pertumbuhan ekonomi dari Presiden Prabowo Subianto tidak berhasil.

"Aturan perlu mempertimbangkan ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat, termasuk petani, buruh dan sebagainya. Kemudian jangan lupa dengan kontribusi Cukai Hasil Tembakau sekitar lebih dari Rp200 triliun per tahun," kata Benny.

Benny menambahkan bahwa Indonesia memiliki perbedaan dengan negara-negara lain karena memiliki kebun, industri, dan pemerintah yang masih memerlukan industri tembakau.

"Rp200 triliun bukan nilai yang sedikit. Jika industri tembakau dihilangkan begitu saja, ekonomi juga akan turun. Kita mau mengejar pertumbuhan 8%, bagaimana mungkin kita mencapai target tersebut? Khawatirnya, dengan aturan-aturan seperti ini, 50% dari target pertumbuhan ekonomi juga tidak akan tercapai jika industri tembakau dihilangkan pada saat ini," jelasnya.

Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Laba Menyusut: Suara Hati Pengusaha Indonesia

Tertekannya industri tembakau sudah mulai terasa, target pertumbuhan ekonomi 8% dikhawatirkan tidak tercapai. Padahal Presiden Prabowo telah menggaungkan perlunya deregulasi agar target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai. Regulasi larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI