Di sisi lain, Hery mengatakan manajemen juga menegakkan supremasi hukum dengan menindak pihak pihak yang melakukan penyimpangan terhadap pelanggaran.
Misalnya, seperti pencairan dana PB 2023 sebesar Rp165 miliar. Diindikasikan terdapat penyimpangan oleh pengurus SP NIBA AJB Bumiputera 1912 yang saat ini sudah berproses di Polres Jakarta Pusat.
“Akibat sita dana tersebut pembayaran klaim tertunda,” kata Hery.
Terkait pelaksanaan penilaian kembali pihak utama, menurutnya, hal tersebut menjadi kewenangan OJK. Manajemen senantiasa melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan berpegang pada RPK AJB Bumiputera 1912 sebagaimana ditetapkan. OJK pun telah menyatakan tidak keberatan.
“Selanjutnya pelaksanaan RPK oleh manajemen wajib dilaporkan kepada OJK selaku pengawas sebelum tanggal 10 setiap bulannya,” ucap Hery.
Hery mengatakan pihaknya belum mengetahui secara persis materi evaluasi yang digunakan oleh SP NIBA AJB Bumiputera 1912, sehingga bisa mengevaluasi jalannya RPK.
“Ini tidak rasional tentunya,” imbuhnya.
“Pengurus SP NIBA AJB Bumiputera 1912 sampai dengan saat ini belum pernah berkomunikasi dengan Rapat Umum Anggota (RUA) dan Dewan Komisaris dalam memberikan aspirasinya sehingga bagaimana SP NIBA AJB Bumiputera 1912 untuk aktif menciptakan hubungan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan, apalagi ikut serta menjaga eksistensi AJB Bumiputera 1912.”
Pernyataan Hery itu merespons aksi SP NIBA AJB Bumiputera 1912 di Jakarta, Senin (28/4). Berdasarkan surat pemberitahuan kepada manajemen, aksi akan dilakukan 1000 orang. Faktanya, berdasarkan kehadiran hanya berkisar 50 orang.
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, didirikan lebih dari satu abad lalu, merupakan perusahaan asuransi mutual tertua di Indonesia.