Banyak yang penasaran, kira-kira dari mana sumber dana Koperasi Merah Putih Rp550 Triliun? Rencana pengelolaan serta pendanaan yang akan disalurkan ke dalam program Koperasi Desa Merah Putih juga disorot banyak kalangan karena memiliki potensi krusial.
Koperasi Merah Putih sendiri diklaim untuk memperkuat ekonomi kerakyatan melalui koperasi di desa-desa, eksekusi program ini perlu dilakukan dengan perencanaan yang matang dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk dari sisi regulasi, pengawasan dana negara, dan kesiapan sumber daya manusia.
Suara.com - Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, atau yang akrab disapa Zulhas, mengungkapkan bahwa dana dari Bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan disalurkan untuk mendukung operasional koperasi Merah Putih. Estimasinya, setiap koperasi akan menerima modal antara Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar. Jika asumsi jumlah koperasi mencapai sekitar 80.000 unit, maka total potensi pendanaan awal bisa menyentuh angka Rp 250 triliun. Dengan perhitungan bahwa tiap koperasi mendapatkan alokasi Rp 3 miliar, maka total dananya bisa sekitar Rp 240 triliun.
Selain itu, terdapat pula aliran dana dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diproyeksikan mencapai Rp 300 triliun, dan juga akan disalurkan melalui koperasi-koperasi di desa. Bila dijumlahkan, maka potensi total pembiayaan dari Himbara ke dalam program Koperasi Merah Putih bisa menembus angka spektakuler, yakni sekitar Rp 550 triliun.
Sementara, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi pada April lalu menjelaskan, skema pembiayaan untuk pembentukan 80.000 Koperasi Merah Putih mengikuti arahan ahkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Soal skema pembiayaan nanti kita serahkan sesuai Inpres ke Menteri Keuangan dan Menteri BUMN, tanya ke mereka saja soal pembiayaan," ujarnya pada Senin (21/4/2025) lalu.
Lebih jauh, menurut Budi Arie, Kementerian Koperasi hanya berperan sebagai pengawas dan mengevaluasi 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih.
Dari Mana Sumber Dana Koperasi Merah Putih Rp550 Triliun?

Terlepas dari sumber dana yang begitu besar, Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani menungkapkan tiga potensi permasalahan Koperasi Merah Putih yang menarik untuk disimak:
1. Risiko Kredit Bermasalah
Baca Juga: Segera Klaim Saldo DANA Gratis Rp897 Ribu Hari Ini, Langsung Cair Tanpa Syarat!
Ajib menjelaskan bahwa permasalahan pertama muncul dari sektor perbankan, terutama yang tergabung dalam jaringan bank milik negara (Himbara). Karena lembaga keuangan perbankan diawasi ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka penyaluran kredit harus mengikuti standar dan ketentuan yang berlaku. Bank memiliki kriteria penilaian formal yang dikenal sebagai prinsip 5C: character (karakter), capacity (kapasitas), capital (modal), collateral (jaminan), dan condition (kondisi usaha). Menurut Ajib, koperasi desa seperti Merah Putih kemungkinan besar akan kesulitan memenuhi seluruh persyaratan tersebut.
Apabila pemerintah memaksakan program ini secara wajib (mandatory), maka bank bisa mengalami hambatan teknis hingga risiko kredit bermasalah.
2. Risiko Akuntabilitas dari Dana APBN
Masalah kedua yang disorot Ajib berkaitan dengan sumber dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika modal koperasi disuplai dari anggaran negara, maka pengelolaan keuangan koperasi tersebut secara otomatis akan diawasi oleh lembaga pengaudit negara, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dana publik harus digunakan secara transparan, bertanggung jawab, dan efektif. Bila tidak dikontrol dengan baik, maka akan berpotensi menimbulkan temuan dari hasil audit yang bisa merugikan pihak-pihak terkait.
3. Kualitas Sumber Daya Manusia Masih Lemah
Tantangan ketiga terletak pada kualitas pengelola koperasi di daerah. Banyak pengurus koperasi belum memiliki pemahaman yang cukup tentang manajemen keuangan dan tata kelola usaha. Literasi finansial yang minim dapat menghambat operasional koperasi, terutama jika harus menjalankan prosedur sesuai standar nasional.
Ajib merekomendasikan agar pemerintah tidak tergesa-gesa membentuk koperasi baru, melainkan cukup memaksimalkan potensi koperasi yang sudah ada seperti Koperasi Unit Desa (KUD) dengan didukung digitalisasi sistem dan pelatihan keterampilan SDM.
Fakta di Balik Sumber Dana Koperasi Merah Putih
Apindo Sarankan Optimalisasi Koperasi dan BUMDes yang Sudah Ada. Daripada memulai dari awal, Apindo menyarankan agar pemerintah lebih baik fokus memberdayakan koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah eksis. Koperasi, sebagai entitas milik anggota, sebaiknya dipisahkan fungsinya dari BUMDes yang lebih cocok untuk mengelola dana negara secara akuntabel. Dengan demikian, masing-masing lembaga dapat menjalankan perannya tanpa tumpang tindih serta mengurangi risiko pengelolaan yang tidak efisien.
Dalam pernyataan terpisah, Zulhas menekankan bahwa dukungan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi elemen kunci keberhasilan program koperasi desa Merah Putih. Menurutnya, semua BUMN sudah menyatakan komitmen untuk mendukung. Bahkan, agenda nasional untuk peluncuran program telah dijadwalkan: musyawarah desa khusus (Musdesus) akan rampung akhir Mei, peluncuran nasional dilakukan 12 Juli, dan peresmian fisik koperasi berlangsung pada 28 Oktober 2025.
Zulhas menjelaskan bahwa bank-bank Himbara telah disiapkan untuk memberikan pinjaman Rp 3–5 miliar per koperasi. Dengan target 80.000 koperasi, potensi pendanaan awal mencapai Rp 250 triliun. Dana KUR juga akan dialirkan dengan target Rp 300 triliun, menjadikan total sumber dana Koperasi Merah Putih sekitar Rp 550 triliun.
Deputi Pengawasan Kementerian Koperasi, Herbert Siagian, pada 16 April 2025 menyatakan bahwa sebagian dari biaya operasional koperasi juga akan diambil dari APBN. Tak hanya itu, pemerintah juga sedang mengkaji kemungkinan pengalihan serta reformulasi dana desa sebagai tambahan pembiayaan untuk koperasi. Ini menegaskan bahwa sumber dana koperasi Merah Putih tidak hanya berasal dari Himbara dan KUR, tetapi juga bisa bersumber dari anggaran negara serta dana pembangunan desa.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama