Pasar Asia Perkasa, IHSG Diprediksi Kembali Menguat Awal Pekan Ini

M Nurhadi Suara.Com
Senin, 26 Mei 2025 | 07:13 WIB
Pasar Asia Perkasa, IHSG Diprediksi Kembali Menguat Awal Pekan Ini
Pengunjung melihat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pekan lalu, pasar keuangan global diwarnai oleh sentimen beragam, di mana Wall Street diterpa ketidakpastian akibat ancaman tarif baru dari mantan Presiden AS Donald Trump, sementara bursa Asia Pasifik menunjukkan pergerakan yang lebih bervariasi. Di tengah dinamika ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia menunjukkan resiliensi dan berpeluang melanjutkan tren penguatan di awal pekan ini.

Wall Street Tertekan oleh Ancaman Tarif Trump

Pada penutupan perdagangan Jumat, 23 Mei 2025 lalu, bursa saham Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan signifikan, mencatat kerugian mingguan yang cukup mencolok. Pemicu utamanya adalah rekomendasi mengejutkan dari Donald Trump, yang mengusulkan pengenaan tarif sebesar 50% untuk barang-barang asal Eropa. Pernyataan ini sontak membuka kembali "front" baru dalam ketegangan perdagangan global, memicu gelombang ketidakpastian di pasar finansial.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengindikasikan bahwa Trump merasa tawaran perdagangan dari Uni Eropa (UE) belum memadai. Bessent berharap ancaman tarif baru ini akan "menyalakan api di bawah UE" dalam proses negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung. Hal ini mencerminkan strategi negosiasi yang agresif, yang kerap diterapkan Trump di masa lalu.

Dampak langsung dari ancaman ini terlihat jelas pada kinerja indeks saham utama AS:

  • Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,61%.
  • S&P 500 melemah 0,67%.
  • Nasdaq Composite terkoreksi paling dalam, turun 1,00%.

Penurunan ini juga tercermin pada pasar obligasi pemerintah AS. Imbal hasil obligasi acuan AS 10 tahun turun 4,4 basis poin (bps) menjadi 4,509%, menunjukkan adanya pergeseran modal investor ke aset yang lebih aman di tengah meningkatnya risiko geopolitik dan perdagangan.

Sejumlah saham perusahaan raksasa (megacap) dan saham pertumbuhan (growth stocks) turut tertekan. Nama-nama besar seperti Amazon, Nvidia, dan Meta Platforms masing-masing turun lebih dari 1%. Sementara itu, Tesla ditutup melemah 0,5% dan Nike terkoreksi 2,1%. Sektor lain yang sangat terdampak adalah ritel dan alas kaki, seperti yang dialami Deckers Outdoor.

Saham perusahaan ini anjlok hampir 20% setelah perusahaan memproyeksikan penjualan bersih kuartal pertama di bawah perkiraan dan mengumumkan tidak akan merilis target tahunan, secara eksplisit menyebutkan ketidakpastian ekonomi makro yang disebabkan oleh ancaman tarif tersebut. Hal ini menggarisbawahi bagaimana sentimen perdagangan dapat dengan cepat memengaruhi proyeksi bisnis korporasi.

Bursa Asia Pasifik Menguat di Tengah Evaluasi Data Ekonomi

Baca Juga: Waspada, IHSG Bisa Alami Koreksi di Perdagangan Hari Ini

Berbeda dengan Wall Street yang tertekan, sebagian besar pasar saham di kawasan Asia Pasifik justru menunjukkan penguatan pada perdagangan Jumat lalu (23/5). Investor di Asia lebih fokus mencermati serangkaian data ekonomi dari berbagai negara, yang memberikan gambaran kondisi fundamental ekonomi regional.

Di Jepang, optimisme tercermin dari kenaikan indeks:

  • Nikkei 225 naik 0,47%.
  • Topix menguat 0,68%.

Namun, tidak semua pasar Asia menunjukkan kinerja positif. Di Korea Selatan, indeks Kospi sedikit turun 0,06% dan Kosdaq melemah 0,24%, menunjukkan adanya tekanan minor di pasar teknologi dan kapitalisasi kecil.

 Di sisi lain, pasar di Australia dan Hong Kong berhasil menguat:

Indeks S&P/ASX 200 Australia naik 0,15%.
Hang Seng Hong Kong menguat 0,24%. 

Dari sisi data ekonomi, perhatian investor tertuju pada beberapa rilis penting. Inflasi inti Jepang tercatat meningkat menjadi 3,5% pada April, didorong sebagian oleh naiknya harga beras. Kenaikan inflasi ini menjadi pertimbangan krusial bagi bank sentral Jepang (BoJ) yang tengah menilai kemungkinan untuk menghentikan sementara kenaikan suku bunga, terutama untuk mengevaluasi dampak potensial dari ancaman tarif AS terhadap perekonomian Jepang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI