Suara.com - Indonesia Anti-Scam Centre/IASC atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan terus melakukan monitorig laporan pengaduan masyarakat mengenai penipuan keuangan.
IASC menemukan sebanyak 22.993 nomor telepon yang dilaporkan oleh korban penipuan.
Sekretariat Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal Hudiyanto mengatakan, Satgas PASTI telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital RI untuk pemblokiran nomor dimaksud.
"Upaya pemblokiran akan terus dilakukan oleh Satgas PASTI untuk menekan ekosistem dari aktivitas dan entitas keuangan ilegal yang masih meresahkan masyarakat," katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat 20 Juni 2025.
Dia menekankan bahwa masyarakat diimbau semakin meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan. Apalagi, peningkatan dan tren laporan penipuan ke IASC juga banyak.
"Satgas PASTI kembali mengimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan tidak lengah terhadap berbagai modus penipuan yang semakin marak terjadi, terutama yang terkait dengan penipuan digital (melalui media digital seperti Whatsapp, Instagram, telegram, tik-tok, SMS, email, dan website)," katanya.
Penggunaan artificial intelligence (AI) untuk penipuan juga semakin meningkat, sehingga semakin meningkatkan risiko kerugian bagi masyarakat.
Dari pengamatan yang dilakukan IASC, ditemukan fakta bahwa hilangnya dana korban penipuan relatif sangat cepat, sehingga kecepatan penyampaian laporan korban ke IASC sangat diharapkan.
Hal ini diperlukan sebagai salah satu upaya untuk penyelamatkan sisa dana korban.
Baca Juga: Pindar Easycash Raih Laba Bersih Rp 13,92 Miliar pada 2024
Secara umum, pelaku penipuan akan memanfaatkan kelengahan calon korban yang dikaitkan dengan kondisi masing-masing orang, sebagai berikut :
- Ketidaktahuan: ditawarkan produk yang tidak berizin/diawasi (investasi ilegal atau produk yang tidak berizin), membeli produk secara online yang sebenarnya tidak ada.
- Kekhawatiran: penipuan adanya saudara yang mengalami kecelakaan, adanya pembayaran pajak yang belum dilaksanakan, transaksi kartu kredit yang harus segera dibatalkan.
- Kesepian: penipuan love scam, dimana penipu dan komplotannya memanipulasi perasaan korban untuk mendapatkan keuntungan.
- Keserakahan: penipuan yang dilakukan dengan menjanjikan imbal hasil cepat dalam waktu singkat serta bebas risiko, padahal janji tersebut tidak logis (skema ponzi).
- Kesedihan: penipu memanfaatkan situasi kondisi bencana alam, sumbangan membantu orang yang terkena penyakit.
- Kebosanan: penipu memanfaatkan keinginan seseorang untuk membeli tiket travel dan tiket konser yang palsu.
Satgas PASTI mengimbau kepada masyarakat yang menjadi korban penipuan untuk dapat segera menyampaikan laporan melalui website IASC dengan alamat https://iasc.ojk.go.id dengan melampirkan data dan dokumen bukti terkait.
Dalam rangka meningkatkan upaya pelindungan konsumen dan masyarakat di sektor keuangan, sejak tanggal 22 November 2024 telah beroperasi IASC atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan.
IASC didirikan oleh OJK bersama Satgas PASTI yang didukung oleh asosiasi industri perbankan, sistem pembayaran, dan e-commerce untuk melakukan penanganan penipuan transaksi keuangan (scam) yang terjadi di sektor keuangan secara cepat dan berefek jera.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Pindar untuk memperkuat penerapan manajemen risiko dengan memperketat prinsip repayment capacity dan electronic Know Your Customer (e-KYC). Hal ini sebagai dasar pemberian pendanaan.
Selain itu, OJK menetapkan penyelenggara pinjaman daring (pindar) wajib menjadi pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) mulai 31 Juli 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2024.

"Sebagai bentuk penguatan manajemen risiko lainnya, OJK telah menetapkan bahwa mulai tanggal 31 Juli 2025, Penyelenggara Pindar wajib menjadi pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2024," katanya.
Melalui ketentuan tersebut, penyelenggara Pindar diwajibkan melakukan penilaian kelayakan pendanaan (credit scoring) dan kesesuaian antara jumlah pinjaman yang diajukan dengan kemampuan finansial Penerima Dana (borrower).
Kata dia, informasi SLIK ini dapat menjadi salah satu bahan masukan untuk menilai kelayakan calon debitur yg akan mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan oleh Lembaga Jasa Keuangan Indonesia.
Dengan langkah-langkah penguatan ini, industri Pindar diharapkan dapat berlangsung semakin sehat, transparan, dan akuntabel serta membantu kebutuhan masyarakat, termasukuntuk pembiayaan produktif.
"Dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, OJK melakukan langkah penegakan kepatuhan (enforcement) sesuai ketentuan yang berlaku," katanya.
Dia pun meminta penguatan manajemen risiko terhadap pindar dapat memperkuat mitigasi risiko terhadap Pemberi Dana (lender) dalam platform Pindar dan memitigasi meningkatnya jumlah Penerima Dana (borrower) yang tidak melakukan pembayaran atau gagal bayar.
Penegasan ini sejalan dengan ketentuan dalam SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
"Melalui ketentuan tersebut, Penyelenggara Pindar diwajibkan melakukan penilaian kelayakan pendanaan (credit scoring) dan kesesuaian antara jumlah pinjaman yang diajukan dengan kemampuan finansial Penerima Dana (borrower)," katanya.
Selain itu, Penyelenggara Pindar dilarang memfasilitasi pendanaan kepada Penerima Dana (borrower) yang telah menerima pembiayaan dari tiga Penyelenggara Pindar, termasuk dari Penyelenggara itu sendiri.
OJK mengimbau kepada masyarakat agar lebih bijak dalam memanfaatkan fasilitas pendanaan dari Penyelenggara Pindar, termasuk agar tidak melakukan langkah-langkah untuk sengaja tidak membayar utang terhadap Penyelenggara Pindar.
Selain itu, masyarakat diharapkan mempertimbangkan aspek kebutuhan dan kemampuan bayar secara cermat agar tidak terjebak dalam pinjaman online ilegal dan praktik gali lubang tutup lubang.