Suara.com - Harga minyak dunia merosot hingga 7 persen pada Senin 23 Juni 2025, atau turun USD 5 per barel setelah Iran memutuskan untuk tidak menutup Selat Hormuz.
Sebagai gantinya, Iran membalas serangan udara Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklirnya dengan meluncurkan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar.
Seperti dinukil Reuters, Selasa, 24 Juni 2025, minyak mentah Brent ditutup turun sebesar USD 5,53 atau 7,2 persen ke level USD 71,48 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga jatuh USD 5,53 atau 7,2 persen menjadi USD 68,51.
Kondisi Ini menjadi penurunan harian tertajam bagi Brent sejak Agustus 2022.
“Aliran minyak saat ini bukanlah target utama dan kemungkinan tidak akan terdampak. Saya kira akan ada pembalasan militer terhadap pangkalan-pangkalan AS dan/atau upaya untuk menyerang lebih banyak target sipil Israel,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital.

Di awal perdagangan Asia, harga Brent sempat melonjak hampir 6 persen karena kekhawatiran pasar bahwa Iran akan menutup Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis di mana sekitar 20 persen pasokan minyak global dikirimkan.
Namun, tidak adanya aksi nyata dari Iran terhadap jalur tersebut membuat kekhawatiran pasar mereda dan harga minyak berbalik arah.
Iran yang merupakan produsen minyak terbesar ketiga di Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), sebelumnya mengancam akan menutup Selat Hormuz. Meski begitu, serangan balasan yang dilakukan lebih mengarah pada target militer, bukan infrastruktur energi global.
Serangan rudal terhadap pangkalan udara AS Al Udeid di Qatar, instalasi militer terbesar milik AS di Timur Tengah, tidak menyebabkan korban jiwa. Dua pejabat AS mengonfirmasi kepada Reuters bahwa tidak ada personel yang tewas atau terluka dalam insiden tersebut.
Baca Juga: Serang Iran, Amerika Diramal Alami Inflasi Tinggi dan Ekonomi Lesu
Menurut Energy Aspects, serangan yang tidak menimbulkan korban ini bisa menjadi peluang awal untuk deeskalasi ketegangan.
"Kecuali ada indikasi pembalasan Iran lebih lanjut atau eskalasi oleh Israel/AS, maka kita mungkin melihat beberapa premi risiko geopolitik keluar dari harga pada hari-hari berikutnya," tulis mereka dalam analisisnya.
Seorang sumber yang mengetahui langsung situasi menyebut tidak ada gangguan pada pengiriman atau produksi energi QatarEnergy, dan belum terdeteksi adanya serangan lain di pangkalan militer AS selain di Qatar. Hal ini membuat pasar semakin yakin bahwa pasokan energi tidak terganggu secara langsung.
Kendati begitu, kondisi di perairan sekitar Selat Hormuz masih menimbulkan ketidakpastian. Data pelacakan kapal menunjukkan setidaknya dua kapal tanker super mengubah arah di dekat wilayah tersebut, menandakan kehati-hatian pelaku industri logistik energi terhadap situasi keamanan di kawasan.
Presiden AS Donald Trump pun ikut angkat suara, menyatakan keinginannya agar harga minyak tetap rendah demi mencegah tekanan tambahan pada ekonomi global.
Melalui platform Truth Social, Trump menginstruksikan kepada Departemen Energi AS untuk mendukung peningkatan produksi domestik dengan slogan, "bor, sayang, bor," seraya menambahkan, "Maksud saya sekarang."