Kemenbud: Lebih Baik Investasi Budaya daripada Tambang

Senin, 30 Juni 2025 | 17:16 WIB
Kemenbud: Lebih Baik Investasi Budaya daripada Tambang
Dirjen Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Restu Gunawan mengatakan investasi budaya lebih menjanjikan daripada investasi tambang. [Suara.com/Yaumal Asri Adi Hutasuhut]

Suara.com - Dirjen Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Restu Gunawan mengatakan kebudayaan hars dilihat sebagai ladang investasi yang lebih menjanjikan dari tambang yang sedang digadang-gadang oleh pemerintah saat ini.

Restu, dalam acara yang digelar Harian Kompas, di Jakarta, Senin (30/6/2025) menerangkan budaya bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga tentang hari ini dan masa depan. 

"Karena pikiran kita itu kalau ngomong kebudayaan itu selalu masa lalu. Kebudayaan itu masa lalu, maka kalau orang yang tidak disenangi dipindahnya ke kebudayaan, ke museum dan sebagainya kira-kira gitu. Padahal sebenarnya kebudayaan itu kan masa lalu, masa kini, dan masa depan," kata Restu.

Restu membandingkan eksploitasi pertambangan dengan kebudayaan. Pertambangan, katanya, hanya memberikan dampak perekonomian dalam jangka pendek, karena sifatnya yang cepat habis. 

"Tapi kalau yang namanya kebudayaan, semakin digarap, semakin dieksploitasi sebenarnya akan menghasilkan uang, kira-kira gitu. Maka perubahan berpikir kita, perubahan paradigma berpikir kita kita harus mengubah paradigma berpikir bahwa kebudayaan itu adalah investasi," jelas Restu. 

Dia juga mengemukakan soal paradigma yang salah soal budaya yang selalu dikaitkan dengan biaya yang tinggi. 

"Orang selalu dipikir, oh habisnya sekian gitu, tapi bukan berpikir dampaknya seberapa besar sih kira-kira, menggerakkan ekonomi berapa besar. Jadi disitu sebenarnya inilah hakikat bahwa kebudayaan itu adalah investasi, bukan biaya," kata Restu. 

Dia mencontohkan acara ulang tahun suatu daerah yang mengusung tema kebudayaan. Dalam perhelatan itu setidaknya  terjadi perputaran uang, mulai dari orang yang menyewa kostum, peluang bagi pegiat seni dan budaya, hingga dampaknya bagi UMKM setempat. 

"Itu berapa banyak dan ketika itu dihitung ke bawah berapa besar yang digerakkan itu?  Nah itu sebenarnya kebudayaan itu adalah investasi, bukan biaya. Jadi paradigma berpikir ini harusnya dirubah," tegasnya. 

Baca Juga: Aksi Geruduk Kementerian Kebudayaan: Penolakan terhadap Fadli Zon dan Revisi Sejarah

Karena potensi yang besar itu, Restu menekannya pentingnya agar kebudayaan dijadikan arus utama dalam pembangunan suatu daerah. Selain itu dalam hal budaya, masyarakat dan negara juga harus bersifat menyerang.

"Kita selalu berpikir di masa sekarang ini, era digitalisasi yang kita katakan selalu bagaimana kita membatasi kebudayaan asing masuk ke kita.Siapa yang bisa hari ini mau membatasi kebudayaan. Anak-anak kita saja di kamar-kamar sudah bisa mengakses kebudayaan dari mana-mana. Maka kita harus ofensif," ujarnya. 

Upaya ofensif atau menyerang itu dapat dilakukan dengan berbagai tindakan yang mempromosikan kebudayaan lokal maupun nasional.

"Ofensif seperti apa kira-kira kan gitu? Mulai melalui tindakan kita. Tindakan kita apa? Kalau ulang tahun ini sering saya katakan boleh kue tar, tapi tetap pakai tumpeng. Jangan lupa tumpeng sudah warisan budaya tak benda," ujarnya. 

Selain itu, tindakan menyerang juga dapat dilakukan dengan menggunakan identitas Indonesia saat menghadiri acara-acara di forum internasional, seperti menggunakan batik. 

"Pakai batik nanti ditanya Indonesia, pasti begitu. Jadi dari baju saja sudah Indonesia, enggak  mungkin Malaysia," tegasnya. 

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI