Penurunan BI Rate Diyakini Bikin Kurs Rupiah Perkasa dan IHSG Menguat

M Nurhadi Suara.Com
Rabu, 16 Juli 2025 | 10:42 WIB
Penurunan BI Rate Diyakini Bikin Kurs Rupiah Perkasa dan IHSG Menguat
Bank Indonesia. [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Suara.com - Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, berpandangan bahwa Bank Indonesia (BI) sudah saatnya menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate. Hal ini didasari oleh adanya kesepakatan tarif perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS), serta kondisi makroekonomi yang mendukung.

Dengan tingkat inflasi Juni 2025 yang hanya sebesar 1,87 persen year on year (yoy) dan rupiah yang cenderung menguat, ruang bagi BI untuk menurunkan BI-Rate menjadi semakin lebar. Fakhrul memprediksi BI akan memangkas suku bunga sebanyak 25 basis poin (bps) pada hari ini, di mana Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI telah berlangsung pada Selasa (15/7/2025) dan Rabu ini, dengan pengumuman kebijakan moneter dijadwalkan pada hari yang sama.

"Setelah kita mendapatkan kesepakatan perang dagang, sudah saatnya juga kebijakan moneter lebih longgar," kata Fakhrul dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (16/7/2025) dikutip melalui Antara.

Ia menambahkan, pemangkasan BI-Rate sudah harus dilaksanakan mengingat adanya pergeseran urgensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, langkah serupa juga telah diambil oleh negara tetangga seperti India dan Malaysia yang telah menurunkan suku bunga.

Dampak Penurunan BI-Rate: Rupiah Menguat dan IHSG Melesat 

Fakhrul memandang, untuk memperkuat rupiah, perlu adanya ekspektasi perbaikan ekonomi melalui dorongan kebijakan moneter dan fiskal. Ia meyakini bahwa apabila BI-Rate dipangkas dan belanja pemerintah meningkat, maka arus modal akan kembali masuk ke Indonesia, yang pada gilirannya akan memperkuat nilai tukar rupiah.

Berdasarkan perkiraannya, rupiah berpotensi menguat hingga ke level Rp15.500 per dolar AS pada tahun ini. Tidak hanya itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga diperkirakan bisa mencapai level 7.750 pada akhir tahun ini.

Proyeksi positif ini didukung oleh kesepakatan tarif dagang, potensi penurunan BI-Rate, serta perbaikan ekonomi pada paruh kedua tahun 2025. Menurut proyeksi Trimegah Sekuritas, sektor yang terkait metal dan konsumer akan menjadi unggulan pada paruh kedua tahun ini.

Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump sebelumnya menyatakan bahwa tarif impor senilai 19 persen akan diberlakukan terhadap produk-produk Indonesia yang masuk ke AS. Penetapan tarif ini merupakan hasil negosiasi langsung antara Trump dengan Presiden RI Prabowo Subianto.

Baca Juga: Gubernur Bank Indonesia Ramal AS Resesi di 2026

Selain penetapan nilai tarif, kesepakatan yang diklaim Trump juga mencakup komitmen Indonesia untuk membeli energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS dan produk agrikultur senilai sebesar 4,5 miliar dolar AS. Trump juga menyebutkan adanya komitmen Indonesia untuk membeli 50 pesawat Boeing baru, yang sebagian besar merupakan Boeing 777, meskipun rincian maskapai atau pihak pembeli belum disebutkan.

Fakhrul menilai kesepakatan dagang ini merupakan hal yang sangat baik bagi Indonesia. Tarif 19 persen yang dikenakan AS dinilai lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia (25 persen), Vietnam (20 persen dan 40 persen untuk transhipment), serta Thailand (36 persen). "Di tengah dunia yang volatil seperti saat ini, adanya kesepakatan ini menjadi angin segar," kata Fakhrul.

Menurutnya, hal yang lebih penting bukan sekadar besaran tarif, melainkan pengakuan dan pernyataan dari pemerintah AS terhadap posisi tawar Indonesia. Posisi Indonesia yang kaya akan mineral tanah jarang, tembaga, dan mineral lainnya menunjukkan kekuatan posisi tawar strategis Indonesia di mata global. Sumber daya inilah, catat Fakhrul, yang nantinya akan menjadi posisi tawar penting di masa mendatang. Ia menambahkan, tarif yang lebih rendah dibandingkan negara tetangga ini akan menjadi momentum emas untuk mengembangkan kawasan industri dan menarik investasi asing ke Indonesia.

Fakhrul memperkirakan selisih tarif antara Indonesia dan negara lain seharusnya dapat memindahkan investasi sebesar 200-300 juta dolar AS dalam satu hingga dua tahun ke depan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI